Jakarta, Aktual.com – Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelol Migas, sekaligus Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM Fahmy Radhi memberi catatan akhir tahun kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dari catatanya kemampuan lifting migas hingga diujung 2016 tak dapat dinaikkan dan bahkan kecendrungan menurun. Sedangkan penanganan dengan pergantian sistem kontrak menjadi gross split dinilai tidak serta merta memberikan kontribusi pada lifting untuk tahun 2017.
“Hingga akhir 2016, lifting Migas tidak dapat dinaikan, justru cenderung menurun. Upaya Jonan (Menteri ESDM) untuk mengganti Cost Recovery dengan Gross Split tidak serta merta bisa menaikan lifting pada 2017,” katanya, Minggu (25/12).
Kemudian, seperti yang telah diketahui secara umum bahwa konsumsi BBM semakin meningkat, namun ujarnya, pembangunan kilang minyak menemukan banyak hambatan.
“Masih ada pihak-pehak yang secara sistemik berupaya menghambat pembangunan Kilang agar impor BBM meningkat. Impor BBM menjadi sasaran empuk pemburuan rente oleh Mafia Migas. Siapa pun yang berupaya menghambat pembangunan kilang merupakan bagian mafia migas.”
Adapun yang diberi apresiasi olehnya yaitu keputusan Menteri Jonan untuk tidak menaikan harga BBM di tengah kenaikan harga minyak dunia. Keputusan itu dinilai sudah tepat dengan memperhatikan daya beli masyarakat.
Namun mengenai masalah ekspor konsentrat, dia meminta pemerintah komitmen menjalankan perintah UU NO 04 tahun 2009 dan tidak membiarkan ekspor tersebut terjadi. Hal ini untuk memberikan nilai tambah dan mendorong hilirisasi industri pertambangan.
Terakhir, tak lupa dia mendorong pengeluaran perppu jika UU migas tak mampu diselesaikan oleh DPR pada awal tahun 2017. Dia memandang, keberadaan UU migas sangat penting untuk membenahi kerusakan tata kelola migas Indonesia.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Wisnu