Jakarta, Aktual.com – Serikat Pekerja Nasional Chevron Indonesia (SPNCI), merasa Chevron telah ‘menipu’ banyak pekerja dan tidak menunaikan kewajibannya kepada pekerja seiring penjualan berupa dua aset pembangkit yakni Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dan Chevron Geothermal Salak (CGS).
Berdasarkan pengakuan Ketua Umum SPNCI, Indra Kurniawan, sejak awal Chevron selalu berkilah atas proses divestasi yang ada dan menyampaikan seolah-olah divestasi tersebut belum tentu terjadi dan masih terlalu awal untuk dibahas. Hal ini ternyata untuk menghindari tuntutan hak 600 pekerja di dalamnya.
“Kuasa hukum perusahaan menyampaikan bahwa terlalu dini untuk mengetahui apakah proses divestasi akan berlanjaut atau tidak,” ujar Indra, Senin (26/12).
Namun kenyataannya saat ini prosee Sales and Purchase Agreement (SPA) dua aset tersebut telah ditandatangani antara Chevron Corporation dengan Star Consortium pada tanggal 23 Desember 2016.
Hal ini membuat hak pekerja menjadi tidak jelas dan nasib keberlanjutan status kerja di bawah manajemen baru menjadi terkatung-katung.
Pada awalnya perusahaan menjanjikan akan memasukan usulan dari pekerja dalam proses negosiasi dengan pembeli sebelum finalisasi SPA. Namun belakangan diketahui proses diskusi yang selama ini dibangun hanyalah sebagai usaha untuk mengulur waktu agar proses divestasi dilalui tanpa memasukkan usulan pekerja.
“SPNCI sangat menyayangkan sikap perusahaan yang mengkhianati kepercayaan pekerja pada perusahaan. ini merupakan puncak kebobrokan intergritas perusahaan yang selama ini selalu membanggakan Chevron Way yang salah satunya adalah Integrity. Ini sangat tidak sesuai dengan falsafah Chevron menjadi perusahaan kelas dunia yang diminati karena serius melindungi pekerja dan lingkungan,” kata Indra.
Untuk itu, SPNCI berharap Pemerintah untuk bertindak tegas pada Chevron Indonesia yang dirasa telah mengorbankan pekerja nasional demi keuntungan bisnis semata. Dia hawari kesewenang wenangan ini akan berlanjut, mengingat Chevron Indonesia Business Unit masih memiliki sekitar lima ribuan pekerja di Sumatera dan Kalimantan.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan