Jakarta, Aktual.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin bahwa tiga anggota Komisi V DPR RI, Yudi Widiana, Musa Zainuddin dan Fauzi H Amro terlibat dalam skandal penyaluran program aspriasi. Untuk membuktikan keyakinannya, Agus Rahardjo Cs terus bekerja keras mencari dua alat bukti.
Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah penyidik memang telah mengantongi bukti-bukti awal keterlibatan tiga legislator itu. Namun, saat ini masih diperlukan pendalaman dengan menyesuaikan berbagai bukti-bukti yang ada.
“Kami akan cek kesesuaiannya dengan bukti dan informasi yang ada dalam proses yang tengah berjalan saat ini,” papar Febri, Rabu (28/12).
Ditegaskan Febri, penyidik tidak akan sungkan untuk kemudian meningkatkan status tiga anggota Komisi V ini, dari saksi menjafi tersangka. Tapi tetap setelah dua alat bukti dikantongi.
“Tentu kami tidak punya alasan menunda peningkatan statusnya ke penyidikan,” tegasnya.
Nama Yudi pernah disebut oleh Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, Soe Kok Seng dalam persidangan kasus program aspirasi atas terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Kala iti, Aseng mengaku memberi uang Rp 2,5 miliar kepada anggota DPRD Bekasi dari PKS, M Kurniawan.
Uang itu diduga akan diteruskan kepada Yudi. Namun, Yudi saat bersaksi untuk terdakwa mantan anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, justru menuding Aseng telah mencatut namanya.
Politikus PKS ini mengaku tidak pernah mengajukan program aspirasi berupa proyek pembangunan jalan di Maluku dan dirinya mengaku baru sekali bertemu dengan Aseng.
Namun, nama Yudi kembali muncul dalam surat tuntutan Khoir. Dimana, ia bersama Ketua Komisi V, Fahri Djemi Francis dan pimpinan Komisi V lain, Muhidin, Lasarus, dan Michael Wattimena menggelar pertemuan informal dengan sejumlah pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 14 September 2016, sesaat sebelum rapat kerja resmi di DPR.
Pertemuan itu membahas usulan atau program aspirasi anggota Komisi V DPR dalam bentuk proyek-proyek untuk masuk APBN 2016.
Sementara Musa, disebut oleh salah satu staf ahli anggota Komisi V DPR, Jailani Paranddy telah menerima uang Rp 7 miliar, yang diberikan melalui stafnya yang bernama Mutakim.
Pemberian uang kepada Mutakim dilakukan di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, sekitar 26-27 Desember 2015. Jaelani saat itu menyerahkan Rp 7 miliar kepada Mutakim.
Sedangkan Fauzi H Amro, dalam surat tuntutan Damayanti, disebut ikut dalam pertemuan di ruang kerja Damayanti bersama anggota Komisi V lain diantaranya Fathan dan Alamudin Rois. Dimana dalam pertemuan itu Damayanti menawarkan penawaran Kepala BPJN IX, Amran H Mustary kepada Fauzi untuk menyalurkan program aspirasinya untuk proyek di Maluku.[M Zhacky Kusumo]
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid