Jakarta, Aktual.com – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong menilai integrasi dan koordinasi antara pusat dan daerah masih kurang.
Oleh karena itu, BKPM akan mulai “merapat” ke daerah maupun Kementerian Dalam Negeri untuk meningkatkan integrasi antara pusat dan daerah khususnya terkait investasi, katanya di Jakarta, Jumat (30/12).
“Saya menerima beberapa keluhan dari daerah terkait kesulitan mereka mengakses data dari BKPM. Ini segera dibenahi,” katanya dalam siaran pers.
Tom, sapaan akrab Thomas, juga meninjau Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Denpasar dan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali, Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan kunjungannya ke daerah juga dimanfaatkan untuk mendengarkan aspirasi dari daerah terkait kendala dan tantangan untuk menarik investasi.
“Sekaligus kalau ada yang bagus. Saya nanti tinggal menyuruh untuk ‘nyontek’ saja ke Bali,” imbuhnya.
Tom menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh BKPM adalah untuk menindaklanjuti hasil rapat dengan Presiden RI untuk mengembangkan daerah.
Pihaknya akan memprioritaskan kunjungan ke 10 provinsi yang berkontribusi dalam menyumbang 90 persen realisasi investasi nasional.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali Ida Bagus Made Parwata menambahkan salah satu keluhan yang disampaikan oleh investor adalah terkait tata ruang.
“Saat ini kurang lebih 400 investor di Badung tidak dapat melanjutkan investasinya karena tidak sesuai dengan tata ruangnya,” jelasnya.
Made Parwata menilai idealnya izin yang diberikan oleh BKPM langsung memperhatikan masalah tata ruang tersebut.
“Contohnya Izin pembangunan hotel yang kemudian dilarang akhirnya harus diubah dari hotel menjadi apartemen,” katanya.
Sementara Sekretaris Pemerintah Kota Denpasar Anak Agung Rai Iswara menambahkan bahwa upaya pemerintah pusat untuk melakukan integrasi belum optimal karena terganjal regulasi yang belum terintegrasi.
“Ada kerancuan di mana masing-masing kementerian mengeluarkan rekomendasi sendiri-sendiri. Satu regulasi berbeda dengan yang lain,” paparnya.
Iswara mencontohkan terkait keinginan untuk menyatukan perizinan dalam satu pintu, namun regulasinya belum mendukung hal itu.
“Diperlukan harmonisasi regulasi. Kalau ini bisa, kami acungkan jempol untuk pusat. Contohnya di sektor kesehatan untuk investasi diperlukan rekomendasi dari Dinas Kesehatan. Akhirnya selain ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), mereka tetap harus ke Dinas Kesehatan,” ungkapnya.
Selain itu, regulasi juga perlu mempertimbangkan kondisi di daerah tidak memukul rata.
“Contohnya untuk membangun rumah sakit minimal satu hektare ini akan mudah sekali bagi teman-teman di Kalimantan, tapi untuk Bali akan susah sekali,” lanjutnya.
Provinsi Bali merupakan salah satu daerah penyumbang realisasi investasi.
Pada periode Januari-September 2016, investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp469,27 miliar, terdiri dari 80 proyek dan menyerap tenaga kerja 821 orang.
Investasi penanaman modal asing (PMA) tercatat sebesar 316,76 juta dolar AS terdiri dari 898 proyek dan menyerap tenaga kerja 7.271 orang.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan