Jakarta, Aktual.com – Progres program pengampunan pajak (tax amnesty) untuk periode kedua yang sudah berakhir pada 31 Desember 2016 dianggap sangat mengecewakan. Pasalnya dari sisi uang tebusan saja hanya bertambah sekitar Rp10-an triliun. Padahal di periode pertama mencapai Rp90 triliun lebih. Atau hanya mendapat uang tebusan Rp107 triliun.
“Penyebab bagi wajib pajak (WP) terutama yang memiliki dana di luar negeri pas mau repatriasi produk investasinya tidak menarik. Itu yang membuat kepesertaan tax amnesty rendah,” jelas pengamat pajak dari CITA, Yustinus Prastowo di Jakarta, Senin (2/1).
Untuk itu, kata dia, pemerintah dan regulator harus kreatif dalam mengusung kebijakan tax amnesty ini.
“Yang saya tahu, beberapa WP besar yang mau repatriasi dana mengeluhkan itu (produk investasi). Mestinya terkait repatriasi ini packaging produk harus menarik. Dan itu melibatkan regulator,” unar Prastowo.
Regulator itu seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Pemerintah Daerah, dan para BUMN yang selama ini menyiapkan produk surat utang atau obligasinya.
Sementara itu, kata dia, partisipasi UKM juga masih rendah. Hal ini terjadi karena pemerintah tak mau memfasilitasi UKM untuk ikut tax amnesty. Makanya periode kedua yang akan berakhir pada 31 Maret 2017 ini bisa lebih didorong.
“Syaratnya, harus libatkan Pemda sebagai lini terdepan, lalu perbankan, baru pihak Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu,” tegas dia.
“Perlu juga dibuat target yang terukur, yaitu untuk 5 juta peserta tax amnesty harus didapat bagi per KPP (Kantor Pajak Pratama) dan Pemda,” imbuhnya.
Apaagi, kata dia, ditambah situasi politik yang tak dinamis membuat ketidakpastian baru dan mengurangi selera ikut tax amnesty, terutama bagi yang akan melakukan repatatriasi.
“Intinya, jika di priose tiga mau berhasl, segera lakukan koordinasi dan sinergi untuk dua hal, perbaiki produk investasi repatriasi dan genjot partisipasi,” tutur dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan