Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (kanan) bersama Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga, Tbk Adrian Panggabean (kedua kanan) dan Presiden Direktur PT Astra International, Tbk Prijono Sugiarto (kedua kiri) serta Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Anton Gunawan disela penyampaian materi Outlook Ekonomi Indonesia tahun 2017 di Jakarta, Kamis (10/11/2016). Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ini berharap akan adanya seperangkat kebijakan sebagai katalis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 akan mampu mencapai angka 5,1%. AKTUAL/Eko Hilman

Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Perkonomian, Darmin Nasution menganggap hasil riset dari JP Morgan Chase Bank sebagai sesuatu yang tidak kuat dasarnya. Dilihat kondisi perekonomian Indonesia yang masih aman-aman saja, sangat tidak fair jika dianggap sedang memburuk dan di bawah dari ekspektasi.

“Dalam standar penilaiannya, JP Morgan menurut saya tidak jelas. Mereka memberikan ranking, ini terlalu jauh-jauh bedanya. Engga tahu standarnya apa sebetulnya?” kritik dia mengomentari pemecatan JP Morgan oleh peemrintah Indonesia, ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (3/1).

Menurut Darmin, saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih dalam kondisi stabil alias aman-aman saja. Sehingga tidak perlu dikhawatirkan secara berlebih. Apalagi disebutkan dalam riset-riset yang belum tentu benar.

“Secara kita ini (dalam kondisi perekonomian) baik-baik saja dalam setiap penilaian analis selama ini. Jika ada komentar-komentar dan riset yang sebaliknya, itu hak mereka. Tetapi ya sebetulnya masing-masing itu ada tanggung jawab juga lah dari hasil risetnya,” kritik dia.

Seperti diketahui, pada 13 November 2016 lalu, JP Morgan membuat riset mengenai kondisi pasar keuangan di Indonesia pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Dalam risetnya JP Morgan menyebut imbal hasil obligasi di sana, tenor 10 tahun naik dari 1,85 persen menjadi 2,15 persen.

Kenaikan tingkat imbal hasil dan gejolak pasar obligasi ini mendongkrak risiko premium di pasar negara-negara emerging market, seperti Indonesia, Turki, dan Brazil. Kondisi itu memicu kenaikan Credit Default Swaps (CDS) yang dampaknya akan mendorong arus dana keluar dari negara-negara tersebut.

Dari riset itu, JP Morgan malah merekomendasikan pengaturan ulang alokasi portofolio para investor. Karena pihaknya telah memangkas dua level rekomendasi Indonesia dari overweight menjadi underweight. Sedang Brazil dari overweight ke netral. Dan Turki dari netral ke underwieght.

Kondisi itu membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutus hubungan dengan JP Morgan mulai efektif 1 Januari 2017 ini. Posisi bank ini sebagai bank persepsi dan dealer Surat Utang Negara dicabut.(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid