Izin Eksport Konsentrat Freeport (Aktual/Ilst.Nelson)
Izin Eksport Konsentrat Freeport (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah menarik kesimpulan untuk tetap memberikan rekomendasi izin ekspor terhadap mineral yang belum dilakukan pemurnian. Hal ini akan direalisasikan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) 77 Tahun 2014 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Selain itu, diperkuat dengan surat Kementerian ESDM kepada Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, dengan No 9975/30/W2016. Surat yang ditandatangani oleh Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar tertanggal 28 Desember 2016 tersebut memberikan ketentuan-ketentuan persyaratan atas izin ekspor yang akan dikeluarkan.

“Yang ditandatangani tanggal 28 itu sudah diajukan menurut usulan kita. Keputusannya kita serahkan di rapat Menko. Bagaimana yang diputuskan, ini yang terbaik untuk kita,” kata Arcandra, di Kantor Ditjen Minerba, Kamis (5/1)

Adapun ketentuan yang dimaksud yakni, pertama; izin ekspor hanya untuk kontrak pertambangan yang berstatus Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Untuk itu, bagi pemegang Kontrak Karya (KK), diharuskan mengganti status kontrak bila ingin mendapat izin ekspor.

Syarat kedua yaitu; perusahaan yang akan diberikan izin ekspor dengan pertimbangan telah atau sedang membangun fasilitas pemurnian di dalam negeri baik secara sendiri atau bekerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, diwajibkan membayar bea keluar atas hasil pengolahan yang dijual ke Iuar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun izin ekspor yang dimaksud, tidak berlaku bagi komoditas tambang mineral Iogam yakni; Nikel, Bauksit, Timah, Emas, Perak dan Kromium.

Namun, walau adanya izin ekspor, perusahaan harus menjamin atau memprioritaskan ketersediaan pasokan untuk kebutuhan fasilitas pemurnian yang telah existing di dalam negeri.

Adapun hal lain yang diusulkan Kementerian ESDM melalui perubahan PP tersebut yaitu; klausul untuk Permohonan perpanjangan IUP/lUPK paling cepat dalam jangka waktu 5 tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 1 tahun sebelum masa kontrak berakhir. Adapun aturan sebelumnya ketentuan ini dilakukan paling cepat diajukan 2 tahun sebelum kontrak berakhir.

Kemudian revisi PP juga menyinggung persoalan divestasi. Pemerintah akan menetapkan mekanisme divestasi ditawarkan secara berjenjang kepada Pemerinlah. (Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMN, BUMD. serta badan usaha swasta nasronal). Namun apabila tidak terlaksana, dapat dilakukan melalui penawaran umum di bursa saham Indonesia (IPO).

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka