Sidang ketiga kasus penistaan agama - Eksepsi Ahok ditolak. (ilustrasi/aktual.com - foto:TEMPO/Eko Siswono Toyudho/POOL)

Jakarta, Aktual.com – Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) Sya’roni menyayangkan sikap pemerintah, khususnya penegak hukum yang masih berlaku tidak adil dalam penanganan perkara penistaan agama atas terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Pasalnya, hingga saat ini pemerintah belum menunjukkan ketegasannya terkait status gubernur non aktif DKI Jakarta itu.

“Energi bangsa ini masih tersedot begitu banyak hanya untuk urusan terkait terdakwa penista agama Ahok, padahal bangsa ini sedang didera berbagai permasalahan yang akut,” ujar Sya’roni di Jakarta, Selasa (10/1).

Hal tersebut, lanjutnya, dapat dilihat dalam persidangan. Ahok diperlakukan sangat istimewa, ia di tempatkan di tempat yang representatif dengan pengamanan yang sangat super ketat. Bahkan wartawan pun tak diperbolehkan meliput.

“Persidangan yang teramat istimewa ini membuktikkan bahwa ada perlakukan khusus,” cetus dia.

Selain itu, menurut Sya’roni, belum ditahannya terdakwa juga membuktikkan bahwa Ahok memang diperlakukan spesial. Padahal dalam sejarah kasus serupa, semua pelakunya ditahan bahkan sejak berstatus sebagai tersangka.

Namun, dalam kasus Ahok justru berlaku sebaliknya. Hingga memasuki sidang ke-5 belum ada tanda-tanda akan ditahan. Sya’roni menegaskan, dalam kasus tersebut seharusnya berlaku asas “Equality Before the Law”. Jika bagi terdakwa lain ditahan, maka mestinya Ahok juga diperlakukan yang sama.

“Percuma memperketat akses ke dalam sidang, namun masih membiarkan Ahok bebas berbicara. Akibatnya, kebisingan yang menguras energi bangsa terus saja terjadi,” terang dia.

Lebih lanjut, Sya’roni mengungkapkan, misal seperti minggu lalu ketika Ahok menyebut frasa “Fitsa Hats” untuk menyudutkan seorang saksi. Akibatnya berbuntut panjang dengan terjadinya pro kontra yang meluas baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Selama Ahok masih leluasa berbicara, menurutnya, maka kebisingan-kebisingan yang berasal darinya sulit untuk dihentikan.

“Ingat kasus penistaan agama ini terjadi karena Ahok tidak dapat mengontrol dirinya,” katanya.

Sya’roni menilai, tidak ada jaminan Ahok akan menghentikan aksinya untuk menyudutkan pihak lain. Selama Ahok masih berprilaku demikian, kata dia, maka kebisingan yang menguras energi bangsa akan terus terjadi.

“Pertanyaannya, apakah sedemikian istimewanya Ahok sehingga bangsa ini harus terus mengalah dan membiarkan Ahok memproduksi kebisingan-kebisingan baru ? Lihat saja sudah banyak pengorbanan yang harus diberikan bangsa ini hanya untuk seorang Ahok. Dari sisi materil, dari Aksi Bela Islam yang ke-1 hingga sidang penistaan agama yang ke-4, sudah puluhan milyar yang dikeluarkan oleh negara untuk dana pengamanan. Itu baru ongkos pengamanannya saja,” ungkap Sya’roni.

Sya’roni menegaskan ditahannya Ahok membuktikkan bahwa calon petahana itu adalah seorang yang istimewa. Bahkan tangan-tangan hukum pun belum sanggup mengantarkannya ke dalam jeruji.

“Mudah-mudahan majelis hakim mempertimbangkan persamaan perlakuan warga negara di depan hukum. Bila para terdakwa lain ditahan, maka Ahok juga akan ditahan. Di tangan hakim lah harapan itu ditambatkan, setelah kepolisian dan kejaksaan tidak melakukannya,” harapnya.

Dan yang terpenting, tambah Sya’roni, majelis hakim bisa membuka akses seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat untuk dapat menyaksikan jalannya persidangan.

“Biarkanlah para awak media menyiarkannya secara live. Toh, akhir-akhir ini hampir semua persidangan juga disiarkan secara langsung, mungkin hanya kasus pemerkosaan saja yang tidak ada siaran langsungnya,” pungkasnya.[Nailin In Saroh]

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid