Gabungan elemen masaa terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Nelayan Teluk Jakarta, LBH Pusat dan gabungan Rakyat Jakarta, kembali menggelar aksi unjukrasa menolak dilanjutkannya proyek reklamasi teluk Jakarta di depan Istana Negara, Senin (19/9/2016). Dalam aksinya mereka menolak dilanjutkannya proyek reklamasi Teluk Jakarta dan melayangkan surat Somasi (Peringatan) kepada Presiden Joko Widodo atas kegelisahan warga Jakarta atas kebijakan.

Jakarta, Aktual.com – Penerbitan aturan mengenai tiga pulau reklamasi oleh Ahok dinilai sebagai penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini dikarenakan aturan tersebut diterbitkan sebelum Ahok cuti kampanye Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, menyoroti langkah Ahok yang mencuri momen dalam menerbitkan aturan ini.

“Ini tidak pantas dilakukan pemerintah yang punya kewenangan tata usaha negara. Ahok menunjukkan arogansi kekuasaan dengan mengeluarkan Pergub ini,” ujar Nelson saat jumpa pers di LBH Jakarta, Senin (16/1).

Aturan tentang tiga pulau ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

LBH menilai bahwa Pergub ini bertentangan dengan asas good governance-nya government atau asas pemerintahan yang baik.

Menurutnya, keluarnya aturan ini telah menerobos mekanisme yang berlaku karena telah memangkas keberadaan rancangan tata ruang kota, wilayah pesisir dan ruang strategis kawasan Pantai Utara Jakarta.

“Perda belum disahkan dan masih terkatung-katung. Demi menghemat waktu, dia yang mau non-aktif, makanya dua hari sebelum cuti dia keluarkan Pergub ini,” kata Nelson.

Pergub diketahui terbit pada Oktober 2016, beberapa saat sebelum Ahok cuti kampanye. Menurut Nelson, Pergub ini diterbitkan secara diam-diam sehingga baru ramai dibahas sekarang. Pulau C, D dan E sendiri dikembangkan oleh anak usaha Agung Sedayu Groups, yaitu PT Kapuk Naga Indah.

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: