Jakarta, Aktual.com – Unjuk rasa identik dengan orasi dan yel-yel sebagai aspirasi yang mewakili suara massa aksi. Orasi sebagai corong suara massa serta yel-yel yang berfungsi menjauhkan massa aksi dari kesan lesu, ditampilkan beriringan untuk saling melengkapi satu sama lain.
Namun, tidak demikian dengan suasana unjuk rasa yang berlangsung di luar gedung Kementerian Pertanian saat berlangsungnya sidang ke-6 kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Aksi kali ini juga diramaikan sejumlah seniman yang ikut mengawal sidang Ahok. Mereka menyampaikan aspirasi kekecewaan melalui lukisaan. Sejumlah seniman tersebut merupakan bagian dari Departemen Swni dan Budaya Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi).
Ketua Departemen Seni dan Budaya Parmusi, Chavchay Syaifulla, menyatakan aksi seni melukis ini menggambarkan cerminan suatu negeri tanpa penistaan agama, yang merupakan gerakan sosial melalui kebudayaan.
“Gerakan kebudayaan gerakan yang libatkan para seniman dan budayawan, mengajak mereka untuk mengekspresikan perasaan mereka terhadap situasi bangsa Indonesia pasca tragedi Ahok tragedi penistaan agama,” kata Chavchay di depan Gedung Kementan, Selasa (17/1/2017).
Seni lukis itu, lanjut Chavchay, juga merupakan wujud dari amalan agama Islam yang mengajarkan tentang perdamaian dan keindahan. “Allah itu indah dan mencintai keindahan,” imbuhnya.
Hasil karya ini akan dijual kepada khalayak publik, kemudian seluruh hasilnya akan disumbangkan pada gerakan tolak penistaan agama.
“Kita sudah sepakat bahwa hasil lelang yang terkumpul disumbangkan untuk gerakan aksi penolakan penistaan agama sekaligus mengawal sidang Ahok sampai putusan pengadilan,” tutupnya.
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan