Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo didampingi Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Basaria Panjaitan dan Saut Situmorang saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2017). Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengapresiasi kinerja KPK sepanjang 2016. KPK memecahkan rekor dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT), yakni 17 kasus. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbang ke Singapura untuk memeriksa beberapa saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Ketua KPK, Agus Rahadjo mengindikasikan bahwa proses penyidikan kasus e-KTP di Singapura hampir rampung.

“Mudah-mudahan ada perkembangan yang signifikan setelah mereka pulang dari Singapura,” harap Agus di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/1).

Sebelumnya, Agus pula yang menguak kalau penyidik tengah memburu saksi kasus e-KTP yang berada di Singapura. Kata dia, saksi tersebut berasal dari unsur pelaksanan proyek yakni konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara (PNRI).

Tapi sayang, saat tadi di Gedung DPR, Agus tetap tak mau membuka tabir, siapa sebenarnya saksi yang diduga bersembunyi di Singapura. “Ada pelaku yang di sana,” singkat dia usai rapat dengan Komisi III DPR.

Dalam penyidikan kasus e-KTP, perkembangan terbaru yang berhasil dilakukan KPK ialah penyitaan uang sekitar Rp 247 miliar. Kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, uang tersebut ada yang berbentuk ‘cash’, ada juga yang masih di dalam rekening.

“Semua Rp 247 miliar. Rinciannya, Rp 206 milar, dolar Singapura sebesar 1.132 dan dolar Amerika Serikat sejumlah 3.036.715,” papar Febri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/1).

Belum diketahui, dari mana saja uang itu ‘dirampas’. Kala itu, Febri mengaku belum mendapatkan rincian sumber uang yang disita.

Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pada semester I 2012 lalu, pelaksanaan tender e-KTP disimpulkan melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

BPK menyebut, konsorsium rekanan yang ditunjuk, PT PNRI, PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra, tidak dapat memenuhi jumlah implementasi capaian e-KTP 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak.

Lantaran hal tersebut, BPK menyimpulkan adanya indikasi kerugian negara, nilainya hingga menyentuh triliunan rupiah.

Data BPK, proyek e-KTP dikerjakan dengan sistem ‘multiyears’ dari 2011-2012. Rincian anggarannya, Rp 2,26 triliun untuk 2011 dan Rp 3,5 triliun untuk 2012.

Dari sisi KPK, menurut hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPK), kerugian keuangan negara akibt korupsi proyek e-KTP sebesar Rp 2,3 triliun.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby