Jakarta, Aktual.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal memajaki tokoh selebriti yang mengiklankan produk di media sosial dan mendapat banyak respon dari pengguna media sosial tersebut.
Namun demikian, pihak DJP juga tak hanya akan mengejar dari kalangan selebnya saja, melainkan juga pihak Google sebagai pihak yang mempunyai medianya dan sudah pasti diuntungkan, juga akan dikejar pajaknya.
Tapi sayangnya, pihak Google masih enggan untuk mengomentari soal pemajakan selebgram itu. Bahkan mereka berkilah baru mendapat informasi soal pajak selebgram itu.
“Belum. Belum tahu (soal pajak selebgram). Baru denger malah. Tapi bisa ditanyakan ke Youtubers-nya saja,” kilah Juru Bicara Google Indonesia, Jason Tedjasukmana, di kantornya, Sentra Senayan II, Jakarta, Selasa (24/1).
Selebgram sendiri merupakan sebuah bentuk postingan iklan atau sebuah produk dari tokoh-tokoh yang kemudian mendapat respon dari pengguna akun lain di media sosial. Semakin banyak yang berkomentar atau me-like, semakin besar si seleb dan pihak Google mendapat untung.
Menurut Jason, seiring dengan tren pengguna media sosial yang meninggi, potensi selebgram juga kian tinggi. Apalagi saat ini media sosial mudah diakses via mobile dibanding desktop.
“Terutama di Indonesia, rata-rata kalau nonton video di youtube atau media sosial lain via mobile. Makanya pertumbuhan secara year on year capai 130 persen,” ujar Jason.
Meski begitu, pihak Google tetap ogah untuk berkomentar terkait pendapatan dan omset dari selebgram ini. “Pendapatan dari selebgram cek saja di pemerintah. Kami tak bisa share. Pemerintah itu punya semua datanya dari Google,” dalih dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyebut, pemilik akun medsos yang mendapat penghasilan dari setiap unggahannya wajib membayar pajak penghasilan (PPh). Contohnya adalah selebgram dan buzzer di Twitter.
“Pajak itu prinsipnya, kalau sudah untung ya bayar (pajaknya). Kalau enggak (untung), ya enggak (bayar),” kata Ken.
Direktoratnya akan menyurati pemilik akun dan wajib pajak yang terbukti mendapat penghasilan dari internet. Ken menyatakan hal itu tidaklah sulit, karena banyak yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data ini akan terhubung dan langsung masuk ke pangkalan data Direktorat Pajak.
Perputaran uang yang terjadi di bisnis online ini cukup besar. Berdasar data DJP memperkirakan potensi penerimaan pajak yang bisa masuk ke kas negara dari bisnis ini mencapai US$1,2 miliar atau setara dengan Rp15,6 triliun.
Namun begitu, banyak pendapat yang menyebut, sebelum pihak selebgram dipajaki mestinya pemerintan memajaki dulu dari hulunya, seperti Instagram, Youtube, Twitter, atau Facebook.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan