Jakarta, Aktual.com – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyerahkan Amie Hamid, tersangka pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan beserta harta sitaan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
TPPU itu dilakukan atas hasil penjualan faktur pajak fiktif sebesar Rp123,41 miliar dengan keuntungan sebesar Rp49,15 miliar. Degan kasus ini, aset yang dimiliki tersangka Amie Hamid yang diduga diperoleh dari hasil perbuatan pidana tersebut telah disita dengan estimasi nilai sebesar Rp26,89 miliar.
“Penyidikan TPPU ini merupakan pengembangan dari penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan berupa penjualan faktur yang tak berdasarkan transaksi dan dilakukan Amie Hamid,” cetus Direktur Humas DJP, Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Kamis (26/1).
Aset-aset Amie itu berupa, uang tunai sebesar Rp441.769.000 yang merupakan pengembalian atas pembatalan pembelian Apartemen Unit 31 BD Tipe 2BR-B luas 61.40 m2 di Newmont Apartment.
Kemudian, delapan bidang properti baik tanah maupun bangunan dengan taksiran nilai pasar mencapai Rp24,5 miliar. Dan sembilan unit kendaraan dengan total nilai sekitar Rp1,9 miliar.
“Atas perbuatan ini, dia telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun enam bulan serta denda sebesar Rp246,83 miliar. Kasus baru TPPU ini diancam dengan pidana paling lama 20 tahun dengan denda paling banyak Rp10 miliar,” jelas Hestu.
Perkara ini, kata dia merupakan perkara TPPU yang kedua yang berhasil dikembangkan DJP dari kasus pidana perpajakan.
Sebelumnya, DJP juga telah menyelesaikan kasus TPPU di atas pidana pajak terhadap Rinaldus Andry Suseno yang saat ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
“Pemerintah mengimbau seluruh WP (wajib pajak) untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak dengan benar dan tidak tergoda untuk melakukan perbuatan curang,” katanya.
Perbuatan curang itu seperti mengurangi penghasilan yang dilaporkan atau mencari keuntungan yang tidak sah dari proses perpajakan dengn cara menerbitkan atau menggunakan faktur pajak yang tidak dilandasi transaksi ekonomi yang nyata.
Dan untuk memperbaiki kesalahan masa lalu, pihaknya menyarankan agar WP itu mengikuti tax amnesty yang akan berakhir di 31 Maret 2017 ini.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan