Yogyakarta, Aktual.Com – Direktur Centre of Study for Indonesian Leadership (CSIL) Prof. Jawahir Thontowy, menilai kebijakan pelarangan imigran Muslim oleh Presiden AS Donald Trump untuk masuk ke negaranya menjadi kebijakan paling buruk abad ini.
“Bukan sekedar membangunkan ekstrimis dunia, tapi juga mengancam tata tertib global lantaran memperburuk benturan peradaban antara timur dan barat,” ujarnya di Yogyakarta, Senin (30/1/2017).
Kepada Aktual, Jawahir menjelaskan bahwa banyaknya keluarga imigran asal Timur Tengah yang ditolak merupakan contoh nyata anti kebhinekaan mengingat beberapa negara seperti Irak, Iran, Suriah, Libya, Somalia dan Yaman mewakili suku bangsa Afrika dan Arabia yang beragama Islam.
Melihat reaksi protes ribuan Warga AS beberapa hari terakhir menyikapi kebijakan Presiden barunya ini, tidak mustahil tuntutan Impeachment terhadap Trump bisa dikabulkan, asalkan para Hakim Agung Mahkamah negara itu mau berpikir keadilan global.
“Karena jelas bertentangan dengan Konvensi Internasional tentang Komisi Tinggi Pengungsi 1952. AS sebagai negara pihak konvensi justru tidak mematuhi,” kata dia.
Munculnya solidaritas sesama ekstrimis dunia untuk memberi perlawanan balik kepada AS dan sekutunya karena dianggap common enemy, juga menjadi sesuatu yang sulit dicegah. Sebuah ajang kanalisasi balas dendam hasil kebijakan rasis Donald Trump sendiri.
Lebih lanjut, bukan tidak mungkin pula arah kebijakan Trump ini pada akhirnya mengendus Indonesia. Selain secara faktual sebagai penduduk Muslim terbesar dunia, sehingga sulit mengelak adanya oknum ekstrimis, tapi juga tidak kurang 40 ribu migran ‘haram’ Indonesia di AS dapat dijadikan dalih Trump untuk membatasi migran asal Indonesia.
“Bagi Kemenlu RI, kesiagaan melobi dan meminimalisir dampak #MuslimBan harus segera diantisipasi secara dini,” pungkas Analis Hubungan Internasional UII Yogyakarta ini.
Pewarta : Nelson Nafis
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs

















