Dahnil Anzar Simanjuntak (tengah), Ray Rangkuti (kiri) dan anggota lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Keadilan bersama Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati (kanan) memberi keterangan pers usai menyerahkan uang senilai Rp100 juta kepada KPK di KPK, Jakarta, Kamis (19/5). Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Keadilan meminta KPK menyelidiki asal muasal uang Rp100 juta yang diserahkan Densus 88 kepada keluarga terduga pelaku terorisme Suyono karena uang tersebut diduga merupakan hasil gratifikasi yang diterima Densus 88. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak heran dengan sikap terdakwa penista agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dan kuasa hukumnya yang mengaku punya data sadapan telepon antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua MUI KH Ma’ruf Amin pada 6 Oktober 2016 silam.

“Bila betul Ahok memiliki dan mengetahui data isi pembicaraan via telepon Pak SBY dan KH Ma’ruf Amin, pertanyaannya dari mana data itu didapat?” ujarnya kepada redaksi Aktual.com, Rabu (1/2).

Kewenangan sadap, kata Dahnil hanya dimiliki aparat penegak hukum seperti Badan Intelijen Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, Kepolisian, Bais TNI, serta beberapa lembaga tertentu lain yang penggunaannya diatur ketat lewat Undang-undang.

Dahnil pun melihat ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, memang benar pihak Ahok memiliki data sadapan itu. Atau kedua, pihak Ahok telah berbohong.

“Bila Ahok betul punya data sadapan pembicaraan itu, terang ini adalah ancaman serius bagi demokrasi Indonesia, karena diduga ada Abuse of Power yang dilakukan aparat yang memiliki kewenangan sadap. Ini berbahaya sekali.”

Aparat dinilai menggunakan wewenang sadapan sebagai alat politik kepentingan kelompok dan Partai Politik tertentu, namun terkait dengan kepentingan negara yang lebih luas mereka justru keteteran.

“Hal ini bisa dilihat dari data-data intelijen yang (pernah) diterima oleh Pak Joko Widodo sebagai Presiden yang dianggap dalam beberapa hal terkesan kacau balau.”

Laporan: Nelson Nafis

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Wisnu