Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang mengenakan rompi tahanan keluar dari gedung KPK usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Senin (24/10/2016). Menkes periode 2004-2009 itu ditahan KPK karena diduga korupsi pengadaan alat kesehatan untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis Departemen Kesehatan dari dana DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran), revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan tahun anggaran 2007.

Jakarta, Aktual.com – Menteri Kesehatan periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari didakwa Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanggar pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang penyalahgunaan wewenang.

Ia diduga memanipulasi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana alam, atau pengadaan alkes untuk buffer stock pada 2005, untuk menunjuk langsung PT Indofarma Tbk sebagai penyedia barang.

“Terdakwa (Siti Fadilah) memberi arahan agar kegiatan pengadaan alkes untuk buffer stock pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan, melalui surat rekomendasi untuk Penunjukan Langsung,” papar Jaksa KPK, Ali Fikri saat membacakan surat dakwaan Siti Fadilah, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/2).

“Serta meminta Mulya A Hasjmy selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), melakukan Penunjukan Langsung kepada PT Indofarma sebagai penyedia barang dan jasa,” imbuhnya.

Dalam dakwaan, Jaksa KPK menjelaskan, pada 2005 sesuai Daftat Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), PPMK Depkes mendapatkan anggaran terkait Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan, Pengungsi Korban Bencana dan Penanggulangan Masalah Kesehatan.

“Sekitar September 2005, Siti Fadilah bertemu dengan Ary Gunawan Direktur Utama PT Indofarma Global Medika dan Nuki Syahrun selaku Ketua Sutrisno Bachir Foundation (SBF), yang juga adik ipar dari Sutrisno Bachir, Ketua PAN. Setelah beberapa kali bertemu terdakwa, selanjutnya Ary Gunawan dan Nuki Syahrun menghubungi Asrul Sani selaku Manajer Pemasaran PT Indofarma Tbk, membicarakan keikutsertaan mereka dalam pengadaan alkes buffer stock,” terang Jaksa Ali.

Dalam rangka itu, Nuki Syahrun lanjut menghubungi Direktur Utama PT Mitra Medidua, Andi Mrisnamurti, yang juga teman Rizaganti Syahrun (suami Nuki Syahrun), untuk menjadi suplier alkes bagi PT Indofarma Tbk.

“Kemudian, Nuki Syahrun bersama Ary Gunawan dan Asrul Sani menemui Mulya A Hasjmy untuk menyampaikan hasil pertemuan dengan terdakwa, bahwa yang akan melaksanakan pengadaan Alkes untuk buffer stock adalah PT Indofarma,” jelas Jaksa.

Untuk melanggengkan usaha membantu PT Indofarma, pada Oktober 2005 Mulya A Hasjmy melaporkan hasil pertemuan dengan Nuki Syahrun, Ary Gunawan dan Asrul Sani kepada Siti Fadilah. Kala itu, Siti Fadilah kembali menekankan ke Mulya A Hasjmy untuk membantu pemenangan PT Indofarma.

“Ya Mul, PT Indofarma tolong dibantu, apalagi kamu lihat saudari. Nuki adalah adik petinggi PAN, sama juga kita bantu PAN. Kamu ajukan permohonan Penunjukan Langsung-nya kepada saya,” kata Jaksa, menirukan pernyataan Siti Fadilah kepada Mulya A Hasjmy.

Alhasil, usai melalui proses administrasi Penunjukan Langsung PT Indofarma Tbk resmi mendapatkan proyek pengadaan alkes buffer stock. Padahal, pengadaan ini bukan berstatus darurat, sehingga harus dilakukan dengan proses lelang.

Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), perbuatan Siti Fadilah merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.149.638.000. Atas perbuatan tersebut, Siti Fadillah didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh: