Terdakwa kasus penistaan agama Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali menjalani persidangan ke-9 yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) di ruang sidang di Auditorium Kementan, Jakarta. Selasa (7/2/17). Persidangan kali ini beragendakan mendengarkan keterangan dua saksi fakta dan satu saksi ahli dari MUI. Foto/sindonews.com-Pool/Isra Triansyah
Terdakwa kasus penistaan agama Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali menjalani persidangan ke-9 yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) di ruang sidang di Auditorium Kementan, Jakarta. Selasa (7/2/17). Persidangan kali ini beragendakan mendengarkan keterangan dua saksi fakta dan satu saksi ahli dari MUI. Foto/sindonews.com-Pool/Isra TriansyahPersidangan kali ini beragendakan mendengarkan keterangan dua saksi fakta dan satu saksi ahli dari MUI

Jakarta, Aktual.com – Humphrey Djemat, salah satu penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menuding penyidik Ditreskrimum Mabes Polri dengan sengaja ‘mengarahkan’ kesaksian saksi fakta kasus penodaan agama.

Saksi yang dimaksud yakni, dua nelayan yang menyaksikan pidato Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 27 September 2016 lalu, Jaenudin dan Sahbudin.

“Oh begini, itu kan saksi fakta dua nelayan. Dia kan pernah diperiksa (polisi), ditanya-tanya bulan Oktober. Kemudian tadi pada tanggal 19 November 2016, dia dipanggil (polisi) terus kemudian dikasih lihat, disodorkan BAP-nya disuruh baca, kemudian ditanda tangan,” kata Humphrey usai sidang kasus Ahok, di halaman Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2).

Humphrey mencurigai, keterangan sebagaimana tertuang dalam BAP tidak terlontar langsung dari mulut dua nelayan itu, melainkan sudah dirancang oleh penyidik. Karena sejatinya, dua nelayan Kepulauan Seribu itu dua kali diperiksa.

“Kesaksian bulan Oktober ditandatangani bulan November, tapi setelah pak Ahok jadi tersangka. Kalau Oktober kan belum, pak Ahok jadi tersangka tanggal 16 November. Tanggal 19 November BAP-nya itu ditandatangani. Artinya apa, iya sudah dibuatin sama ini, sama polisi (dibuatin) BAP-nya,” terangnya.

Terlebih, sambung Humphrey, kesaksian dalam BAP yang dikantongi tim penasihat hukum Ahok, seperti keterangan orang berpendidikan tinggi. Sementara dua nelayan itu, ada yang hanya lulus SMP, ada yang tidak lulus SD.

“Kalau lihat BAP-nya nggak mungkin seperti itu, itu BAP-nya orang pinter. Sedangkan dia (dua nelayan) pendidikannya kan rendah,” pungkas politikus PPP kubu Djan Farid.

Bukan kali ini saja kejanggalan proses penyidikan kasus penodaan agama terungkap dalam persidangan.

Dalam sidang kasus Ahok pada 24 Januari 2016, Majelis Hakim menguak adanya barang bukti berupa CD yang tidak masuk dalam daftar barang bukti. Padahal menurut si pemberi bukti, Muhamad Asroi Saputra, CD itu telah ia serahkan kepada penyidik Polres Padang Sidempuan, Sumatera Utara.

Asroi sendiri merupakan pihak yang melaporkan Ahok atas tuduhan penodaan agama ke Polres Padang Sidempuan.

Nah, dalam sidang selanjutnya yakni pada 31 Janurari 2016, giliran BAP Ibnu Baskoro yang ‘raib’. Pelapor Ahok ini dua kali diperiksa penyidik Bareskrim Polri, namun hanya ada satu BAP yang diterima Majelis Hakim.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby