Sampang, Aktual.com – Ulama Madura yang tergabung dalam organisasi Aliansi Ulama Madura (AUMA) menolak rencana standarisasi khatib shalat Jumat. Penolakan ini berdasarkan wacana Kementerian Agama RI yang akan melakukan hal tersebut.

“Kami menolak tegas tentang standarisasi dan sertifikasi khatib Jumat, karena menurut hemat kami, lebih banyak negatifnya dibanding dampak positifnya,” kata Sekretaris AUMA KH Fudholi Mohammad Ruham dalam siaran persnya, Selasa (7/2).

Dia mengungkapkan sesuai pertemuan dengan pada ulama se-Madura di Pondok Pesantren Darul Ulum Sampang, Selasa, para ulama perwakilan pondok pesantren ini menyatakan penolakannya.

“Selain itu, yang menjadi dasar kami adalah ketentuan dalam kitab fiqih,” katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fufhala, asal Kelurahan Barurambat, Pamekasan itu menjelaskan dalam kitab fiqih sudah ditentukan ketentuan dan syarat-syarat khatib.

“Sudah jelas apa yang harus disampaikan, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh oleh seorang khatib. Jadi tidak perlu ada sertifikasi segala,” katanya.

Menurut dia, sebenarnya yang harus dilakukan pemerintah melalui Kemenang RI, bukan standardisasi pada khatibnya, akan tetapi pada lembaga pendidikan yang mengajarkan siswa-siswinya.

“Para ulama dan ustadz selama ini sudah mengurusi umat, sehingga tidak perlu perlu meragukan mereka,” katanya.

Terkait dengan penolakan para ulama ini, Fudholi menyatakan, akan mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial ditembuskan kepada Presiden RI Joko Widodo agar aturan tentang standarisasi khatib dihapus.

Selain menyoroti dengan standarisasi khatib, pertemuan ulama se-Madura yang digelar AUMA di Sampang, Selasa itu, juga menyoroti kasus dugaan penghinaan yang dilakukan terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Makruf Amin.

Ulama Madura mengecam tindakan Ahok karena dinilai telah menodai etika moral sebagai calon pemimpin.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: