ilustrasi e-ktp (istimewa)
ilustrasi e-ktp (istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Produk Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang diselundupkan dari Kamboja diklaim oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai cuma bermotif ekonomi.

Padahal, sebelumnya sempat mencuat rumor ada kepentingan politik dengan adanya selundupan sebanyak 36 e-KTP dan 32 kartu NPWP dari Kamboja tersebut. Apalagi terkait dengan menjelang Pilkada DKI.

Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengklaim setelah pihaknya bersama Polri dan Kementerian Dalam Negeri menginvestigasi, bahwa diduga e-KTP dan NPWP impor itu untuk melakukan tindak kejahatan ekonomi di Indonesia.

“Dengan data NPWP dan e-KTP yang sama itu, maka pelaku bisa membuka rekening di bank. Dan dari rekening itu kami menduga mereka akan menjalankan kegiatan ilegalnya,” tutur Heru di kantornya, Jakarta, Jumat (10/2).

Menurutnya, ketiga instansi itu telah secara bersama-sama melakukan pendalaman. “Dan setekah kami analisis, impor ini memang ditujukan untuk kepentingan melakukan kejahatan ekonomi,” ujar dia.

Pembuatan rekening dengan e-KTP palsu ini, disebut Heru, untuk menampung uang hasil prostitusi, judi online dan tindak kejahatan lainnya. Pasalnya, pembukaan rekening tidak cukup dengan KTP tapi juga memerlukan NPWP.

“Sehingga, e-KTP dan NPWP dari Kamboja itu untuk menghilangkan identitas pemilik rekening. Itulah kenapa orang ini mau menghilangkan jejak menggunakan identitas atau KTP palsu,” jelas Heru.

Dari identifikasi tersebut, kata dia, datanya 36 KTP itu palsu. Sedang terdapat 19 KTP dengan foto berbeda. Serta sisanya, ada 17 KTP dengan foto sama. “Tapi, semua data tersebut dituliskan secara berbeda ya,” tandas Heru.

Sebelumnya, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPUBC) Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada Jumat lalu (3/2) mengamankan 36 e-KTP, 32 NPWP, satu buku tabungan BCA, satu kartu ATM yang dikirim dalam satu paket dari Kamboja. Paket itu dikirim melalui FedEx.

Pengirimnya bernama Robin dari Phnom Penh, Kamboja yang ditujukan untuk Leo di Jakarta. Saat ini, instansi terkait masih terus melakukan investigasi lebih lanjut.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan