Jakarta, Aktual.com – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, tetap kukuh untuk mempertahankan terdakwa penista agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk kembali menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta, setelah masa cutinya selesai. Tjahjo beralasan, tidak diberhentikannya Ahok dari jabatan gubernur, karena masih menunggu tuntutan jaksa penuntut umum.

“Saya tunggu tuntutan jaksa resmi dulu. Jaksa menuntut kan tidak alternatif A dan B, sudah pasti satu,” kata Tjahjo Kumolo di lingkungan Istana Presiden Jakarta, Jumat (10/2).

Berdasarkan pasal 83 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD, karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif Pasal 156 huruf a atau Pasal 156 KUHP. Pasal 156 huruf a berbunyi “dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan Pasal 156 menyebut “Barang siapa di rnuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp450 ribu”.

“Tanggal 11 Februari, masa kampanyenya habis, ya kemudian pelaksana dakwaan sudah menyerahkan kembali kepada Pak Ahok, dan Pak Ahok terus melaksanakan tugas sebagai gubernur sampai masa berakhirnya dia nanti. Sedangkan pada posisi Pak Ahok sebagai terdakwa, karena tidak ditahan dan ancaman hukumannya belum ada putusan dari jaksa, apakah menggunakan empat atau lima tahun. Ya saya harus adil, yang kasusnya di bawah lima tahun, sepanjang tidak ditahan, ya dia tetap menjabat,” tambah Tjahjo.

Sedangkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan, alasan pemberhentian Ahok sebagai gubernur sudah jelas ada di dalam Pasal 83 ayat 1 dan tidak ada pasal lain di peraturan perundang-undangan yang bisa menggantikan pasal tersebut.

“Tidak ada pasal lain lagi yang bisa menafikan itu. Tidak bisa mengatakan menunggu tuntutan. Lho, ini kan dakwaan kok. Iya kan. Dakwaannya sudah jelas,” tegasnya di Jakarta, Kamis (9/2).

Mekanismenya, jelas Mahfud MD, saat masa cuti kampanye selesai, Ahok akan kembali diaktifkan lagi menjadi Gubernur DKI karena aturan pilkada. Namun, setelah itu di hari yang sama, yakni 12 Februari 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Mendagri Tjahjo Kumolo harus kembali menonaktifkan Ahok.

Bila melewati 12 Februari 2017, Presiden telah melanggar konstitusi, karena memberikan jabatan kepala daerah kepada seorang terdakwa.

“Tapi kalau tanggal 12 (Februari 2017) ini Pak Ahok tidak dicopot, Presiden harus mengeluarkan Perppu. Karena tak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut (Pasal 83) itu,” tukas Mahfud.

Artikel ini ditulis oleh: