Jakarta, Aktual.com – Kembalinya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI di tengah statusnya sebagai terdakwa kasus penistaan agama dinilai sebagai peringatan dini dari bermasalahnya sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia.
Jaringan aktivis pro demokrasi melalui Sekretaris Jenderalnya, Satyo Purwanto mengatakan fenomena ini menandakan bahwa sistem perpolitikan Indonesia sangat bergantung dengan kapital.
Sistem politik di Indonesia, lanjut Satyo, telah bergeser orientasinya kemodal dan melupakan ideologi sebagai pedomannya.
“Begitu mudahnya proses suksesi kepemimpinan di negara ini dibajak oleh iklan, media yang tidak netral, lembaga survei yang tidak memiliki integritas, kapital dan tentu saja partai politik yang tidak memiliki komitmen terhadap ideologinya sendiri,” ujar Satyo melalui keterangan persnya yang diterima redaksi, Senin (13/2).
Hal ini menurutnya juga tercermin dalam keputusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang cenderung melindungi Ahok. Menurut Satyo, Tjahjo yang juga berasal dari partai politik semakin membuktikan asumsinya mengenai bobroknya sistem perpolitikan yang ada.
Padahal sudah banyak pihak yang mengkritik keputusan mengenai aktifnya Ahok, tetapi Tjahjo justru berdalih dengan alasan tuntutan hukum. Tjahjo pun mengatakan bahwa tuntutan hukum kepada Ahok masih di bawah lima tahun, sehingga tidak ada alasan untuk menonaktifkannya.
“Mestinya sebagai Moral hazardĀ Mendagri tidak perlu menunggu putusan vonis pengadilan untuk memberhentikan sementara Ahok dari Gubernur mengingat sudah banyak yurisprudensi terkait hal tersebut.”
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Wisnu