Yogyakarta, Aktual.com – Digital Strategis Grup Bank Dunia, Ravi Kumar, menganggap bahwa pemanfaatan media sosial maupun teknologi bagi anak muda dewasa ini sangat besar pengaruhnya dalam suatu perubahan sosial.
“Saat ini, 43 persen dari populasi dunia berusia 25 tahun atau lebih muda. Kelompok pemuda ini tidak bersabar dan siap mengubah dunia,” kata pria kelahiran Nepal ini, dilansir Worldbank.org, Minggu (26/2).
Berdasar survei global ‘Millennials: The Challenger Generation’ dari Havas Worldwide, 70 persen pemuda saat ini percaya bahwa media sosial mampu menjadi kekuatan perubahan.
Berikut lima contoh kasus yang ia rangkum untuk menunjukkan bagaimana pemuda mampu menggunakan teknologi, media sosial dan internet dalam membuat perbedaan dari seluruh dunia.
1. Memerangi Korupsi
Dalam Forum Global Youth Anti-Corruption (GYAC) ketiga di Brasil, 250 orang pemuda bertemu dan berdiskusi mengenai bagaimana mereka menggunakan media sosial mampu berperan penting dalam perang global melawan korupsi.
“Di seluruh dunia, pemuda telah menggunakan media sosial untuk memantau efektivitas pelayanan publik. Di negara-negara seperti Paraguay dan Brasil, mereka menggunakan Facebook dan Twitter untuk menyediakan data-data resmi kepada masyarakat,” tuturnya.
2. Mengevaluasi Sekolah-Sekolah Umum di Filipina
Para pelajar di Filipina menggunakan media sosial seperti Facebook dan Twitter untuk mengawasi sekolah mereka kemudian menginformasikannya ke publik.
Kebanyakan pemuda di negara itu online setiap hari, sehingga situs-situs interaktif seperti checkmyschool.org membuat para siswa mudah mengevaluasi sekolahnya.
“Proyek seperti ini memiliki potensi untuk diterapkan di berbagai belahan dunia,” kata Ravi.
3. Menggunakan e-Petisi di Latvia
Dua orang pemuda berusia 23 tahun di Latvia menggunakan dana hibah Departemen Luar Negeri AS untuk membangun sebuah sistem petisi online agar masyarakat di negaranya bisa mengirimkan atau mendukung proposal suatu perubahan kebijakan pemerintah.
Dalam satu kasus yang dikutip Guardian, Pemerintah Latvia melihat petisi yang didukung sedikitnya 20% populasi, Menteri Luar Negeri pun akhirnya merespon permohonan yang ada dalam petisi itu.
4. Melawan Stereotip Gender
McKenna Pope, gadis 13 tahun asal New Jersey, AS, meluncurkan petisi online meminta seorang CEO sebuah perusahaan mainan anak-anak agar membuat mainan berfitur laki-laki dalam Easy-Bake Oven, paket mainan masak-memasak.
Alasan Pope meluncurkan petisi yakni karena melihat adik laki-lakinya (4 tahun) mencoba menghangatkan sebuah roti di atas lampu. Pope pun ingin memberi oven mainan pada adik kecilnya itu sebagai hadiah Natal, tapi sayangnya kemasan Easy-Bake Oven hanya untuk perempuan.
Dalam petisinya Pope menulis, ia ingin adik laki-lakinya tahu bahwa tidak salah bila ingin jadi seorang koki. Dalam waktu kurang dari sebulan, petisi didukung 45.000 orang dan akhirnya mendorong si CEO membuat paket mainan Easy-Bake Oven yang netral gender.
5. Mengatasi Masalah Sanitasi
Sekelompok pelajar di Pakistan mengembangkan aplikasi berbasis web dan mobile untuk kebutuhan sanitasi dan air dalam ajang Sanitation Hackathon.
Sekitar 105 pelajar, berusia 21 sampai 26 tahun, dari berbagai perguruan tinggi negara itu berkumpul untuk menemukan solusi permasalahan air terkait sanitasi yang tengah dihadapi masyarakat Pakistan.
“Apa yang Anda pikirkan? Terinspirasikah dengan contoh-contoh ini? Tahukah Anda proyek-proyek serupa yang dipimpin pemuda lainnya yang telah membuat dampak di masyarakat Anda?” tanya Ravi, menyemangati.
(Nelson Nafis)
Artikel ini ditulis oleh:
Nelson Nafis
Arbie Marwan