Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan - Alih Kelola Blok Mahakam. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan - Alih Kelola Blok Mahakam. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyampaikan permasalahan disparitas sosial menjadi pertimbangan dan sekaligus kendala bagi pemerintah untuk mengejar target bauran energi dari EBT sebagaimana yang diperintahkan oleh PP No.79 Tahun 2014 tentang Kebiiakan Energi Nasional.

Namun kendati demikian, dia menegaskan bahwa pemerintah tetap komitmen untuk mengejar pencapaian pertumbuhan EBT sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.

“Tantangannya apa? yang pertama itu adalah disparitas pendapatan di Indonesia,” katanya di Jakarta, Kamis (2/3).

Dia membandingkan untuk tantangan peningkatan bauran energi di negara-negara eropa, tentu tidak mendapat hambatan yang berarti, karena bagi mereka bersifat suatu keharusan pilihan mengingat cadangan energi fosil mereka sudah tak mampu lagi menopang kebutuhan energi negara-negara di eropa.

“Kalo bauran energi di eropa, ini masalahnya nggak banyak. masalah sosialnya sedikit sekali. Belanda energi fosil paling besar gas. Estimasinya gas offshore mereka dalam 20 Tahun akan habis. mau tidak mau harus cari cara pake windmill atau apapun juga biar bauran energinya bisa tinggi,” tuturnya.

Namun berbeda dengan keadaan di Indonesia yang masih tersedia pilihan sumber energi murah dari bahan fosil, sedangkan dipahami bahwa sumber energi dari EBT relatif lebih mahal, tatkala dipaksakan peningkatan bauran EBT, secara otomatis akan terjadi kenaikan harga jual listrik.

Pada saat demikian pemerintah merasa dilema, di satu sisi pemerintah ingin mendorong peningkatan bauran EBT dengan konsekuensinya terjadi peningkatan harga, namun di sisi lain pemerintah mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat belum begitu kuat.

“Manusia-manusia di sini termasuk saya, kalau tarif listrik naik 10-20 persen mungkin ngomel aja tapi tetap mampu beli. Tapi banyak saudara-saudara kita yang kemampuan daya belinya belum tentu sama dengan kita. Tantangan tentang disparitas penghasilan atau affordability disparity perbedeaan kemampuan atau daya beli itu menjadi satu tantangan yang besar,” ujarnya.

“Kalau kita lihat sensus, saudara-saudara kita yang penghasilan itu maksimum di bawah 2 dolar AS per hari itu kan banyak. apakah ini kelompok yang akan ditinggal kalau tarif listrik naik terus demi bauran energi? Jawaban pemerintah tentu tidak,” tandasnya.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan