Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna sekaligus membuka masa persidangan III tahun sidang 2016-2017. Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Setya Novanto didampingi Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Agus Hermanto, Taufik Kurniawan dan Fahri Hamzah ini dihadiri oleh 377 anggota dari seluruh fraksi di gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (10/1/2017). DPR menetapkan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2017. Hasilnya, sekitar 50 RUU masuk dalam prolegnas 2017. Dengan rincian, 32 RUU dari DPR, 15 RUU berasal dari pemerintah dan 3 lainnya dari DPD. Serta pelantikan beberapa anggota baru atau PAW. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik Sidik Pramono menilai rencana penambahan kursi DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-undang MPR, DPD, DPR dan DPRD (RUU MD3) disebut tidak mendasar. Alasan yang disampaikan juga tidak substansial.

“DPR ini seperti beli obat tanpa tahu gunanya. Mereka hanya ingin menambah kursi cuma karena ada hitung-hitungan Rein Taagepera,” katanya dalam diskusi mengenai RUU Pemilu di Jakarta, Kamis (2/3).

Rein Taagepera merupakan ahli politik asal Estonia yang menawarkan perhitungan jumlah anggota legislatif dalam suatu negara berdasarkan akar pangkat tiga jumlah penduduknya. Pemikiran Taagepera dikenal sebagai cube root of population.

Perhitungan Taagepera tidak banyak digunakan oleh banyak negara, terhitung hanya Norwegia yang memakainya. Namun demikian, yang terpenting, DPR cenderung tidak mengetahui alasan mendasar di balik pemakaian perhitungan ini.

“Why-nya tidak ketemu. Kalau dalam manajemen resiko, ini harusnya why-nya harus berulang-ulang,” ujar Sidik.

Sidik menyebut bahwa partai-partai yang memiliki suara di parlemen hanya ingin memanfaatkan pembahasan RUU MD3 sebagai pijakan untuk berbagi-bagi kekuasaan belaka.

Ia mencontohkan beberapa partai hanya menyebut angka justru keluar dari perhitungan Tageepera dalam usulan penambahan jumlah kursi di DPR.

(Teuku Wildan)

Artikel ini ditulis oleh: