Jakarta, Aktual.com – Aktivis pertambangan rakyat di Papua, Jhon Gobai yang juga Sekretaris II Dewan Adat Papua, mengingatkan negara dan para pemangku kepentingan bisnis, agar melibatkan hak masyarakat adat dalam setiap pengambilan kebijakan. Ini terkait dengan permasalahan PT Freeport Indonesia.
Menurut dia, martabat adat masyarakat Papua tidak bisa diukur melalui saham.
“Kami ingin langkah pemerintah dalam menyelesaikan masalah Freeport ke depan harus benar-benar melibatkan masyarakat,” ujar Gobai dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Jumat (3/3).
Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) sebagai lembaga representatif suku Amungme, mendesak dilakukan perundingan yang melibatkan masyarakat adat setempat.
Aktivis Papua Arkilaus Baho mengatakan Freeport harus mengalah sebagai bentuk dukungan terhadap UU Minerba dan PP Nomer 1/2017 yang sudah tercantum di dalamnya tinggal diimplementasikan.
“Supaya ruang berunding bebas dan tidak ada unsur paksaan, terutama soal implementasi regulasi IUPK yang dijalankan oleh pemerintah terkait freeport, maka segala upaya kekisruhan yang saat ini dilakukan oleh pihak tertentu yang masih menyuarakan kepentingan freeport, harus dihentikan agar ada suasana damai untuk duduk bicara,” ujar Arki.
Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah melakukan penyelidikan atas hal ini. Menurut Komnas HAM terdapat pelanggaran atas tanah adat Suku Amungme oleh PT Freeport Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh: