Yogyakarta, Aktual.com – Ekonom UGM Prof Tri Widodo berharap kesepakatan yang dicapai dengan Kerajaan Arab Saudi melalui 11 MoU dapat membantu Indonesia terhindar dari permasalahan di sektor pembiayaan pembangunan.
“Ancaman ke depan jika pembiayaan pembangunan mandeg adalah kita tinggal kelas, tidak naik-naik, dikenal dengan istilah middle income trap (jebakan pendapatan menengah),” ujarnya di Yogyakarta, Minggu (5/3).
Menurut Bank Dunia, tutur Tri, sejak sepuluh tahun lalu taraf perekonomian Indonesia meningkat dari negara berpendapatan rendah (low income country) menjadi menengah-bawah (lower-middle income country).
Akibatnya, banyak sumber pembiayaan pembangunan yang murah seperti bilateral maupun multilateral soft loan dan Overseas Development Assistences (ODA) sudah tidak diperbolehkan lagi (eligible) untuk Indonesia.
Padahal, sektor pembiayaan sedang begitu dibutuhkan untuk mengatasi segudang permasalahan seperti pengangguran, kemiskinan, disparitas regional, infrastrukur dan lain-lain.
Sejarah membuktikan negara-negara yang sekarang berpendapatan tinggi berhasil lepas dari jebakan itu lantaran terbantu pendanaan dari luar (fresh fund) seperti Marshal Plan, ODA, soft loan dan sejenisnya.
“Oleh karena itu, mari dorong pemerintah Indonesia pandai-pandai mendesain dan mengimplentasikan MoU khususnya yang terkait pembangunan ekonomi,” imbau Guru Besar Ekonomika Bisnis ini.
Namun demikian, dari sebelas nota kesepahaman yang diteken Rabu lalu (1/3), hanya empat menurutnya yang utama.
Pertama, soal kontribusi pendanaan dan pembiayaan proyek pembangunan oleh Saudi Fund. “Jadikan mereka sumber alternatif juga pengembangan Public Private Partnership yang sekarang mandeg,” kata Tri.
Kedua, terkait kerja sama perdagangan antara Kementerian Perdagangan RI dengan Kementerian Perdagangan dan Investasi Kerajaan Arab Saudi.
Ketiga, kerja sama bidang saintifik dan pendidikan tinggi antara Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI dan Kementerian Pendidikan Arab Saudi.
Keempat, mengenai pengembangan UMKM. “Mereka tidak banyak usaha kecil dan menengahnya maka jadikan pasar domestik mereka sebagai captive market (pelanggan tetap) UMKM Indonesia,” ucapnya.
Adapun ketujuh kesepakatan lain yakni bidang kebudayaan, kesehatan, aeronautika, keislaman, kelautan atau perikanan, penanganan kejahatan transnasional serta deklarasi peningkatan pimpinan sidang komisi bersama.
(Nelson Nafis)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan