Jakarta, Aktual.com – The Habibie Center meminta semua pihak berpartisipasi mengawal revisi UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi agar terjadi percepatan. UU ini dinilai urgen namun hanya dibicarakan di tataran elit sehingga tidak ada progress yang berarti.
Peneliti Habibi Center, Zamroni Salim mengatakan proses revisi UU Migas telah berlangsung sejak putusan anulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 21 Desember 2004.
“Revisi ini tanpa perhatian publik, hingga tidak menjadi prioritas di DPR. Proses panjang dan berliku menunjukan terdapat tarik-ulur kepentingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, ini perlu diawasi oleh publik,” katanya saat diskusi di Kantor The Habibie Center Jakarta, Senin, (20/3)
Sesungguhnya lanjut Zamroni, revisi UU ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangun dan menataulang kebijakan energi untuk ketahanan energi nasional yang memberikan harga murah bagi masyarakat.
Selain itu, UU hasil revisi ini nantinya diharapkan tidak hanya mempertimbangkan aspek Migas semata, namun juga hendaknya mengakomodir kepentingan Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Ini sudah seharusnya diselesaikan. Secara yuridis sudah ada putusan MK, karena bertentangan dengan UU Dasar Pasal 33,” tandasnya.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan