Jakarta, Aktual.com – DPR mensahkan Undang-Undang (UU) Jasa Konstruksi untuk meningkatkan daya saing jasa konstruksi dalam negeri di era persaingan global. Namun kendalanya, meski Indonesia menjadi pasar terbesar untuk bisnis jasa konstruksi di kawasan Asean, tetapi pemain lokal masih sulit untuk menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai, secara ideal disahkannya UU Jasa Konstruksi pada akhir tahun lalu memang memiliki semangat untuk menjadikan pengusaha konstruksi lokal menguasai pembangunan infrastruktur nasional.
Apalagi, pasar sektor jasa konstruksi nasional sangat besar dan didukung oleh program Nawacita Presiden Jokowi yang memprioritaskan pembanguan infrastruktur.
Akan tetapi, menurut Noorsy, ketergantungan pada impor dalam bisnis jasa konstruksi akan membuat pemain lokal sulit berkembang. Kondisi itu, kata dia, diperburuk lagi oleh tidak adanya transfer pengetahuan dari pemain infrastruktur asing selama ini yang tidak terlepas dari sektor transportasi.
“Apakah jasa konstruksi domestik punya daya saing dengan yang disodorkan asing? Tidak. Ketergantungan pada impor tidak pernah selesai,” ujar Noorsy dalam diskusi bertajuk “Implementasi UU Jasa Konstruksi terhadap Nawacita”, di Media Center Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3).
Noorsy pun menggarisbawahi rendahnya efektivitas belanja infrastruktur pemerintah sebagai kendala untuk menjadikan pemain konstruksi dalam negeri sebagai tuan rumah di negeri sendiri di tengah seiring masuknya Indonesia ke era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Selain masih tingginya ketimpangan regional pembangunan infrastruktur.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis mengatakan bahwa salah satu semangat UU Jasa Konstruksi adalah mengatur pekerja lokal agar lebih banyak dari pekerja asing dalam sebuah proyek pembangunan sektor jasa konstruksi. Sebab pada undang-undang sebelumnya, hal itu tidak diatur.
“UU ini memprioritaskan pekerja lokal untuk menempati posisi pimpinan pada perusahaan asing yang ikut membangun infrastruktur di dalam negeri,” kata Fary.
Pada bagian lain produk legislasi itu, juga mengatur pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
(Nailin Insa)
Artikel ini ditulis oleh: