Jakarta, Aktual.com – Sri Bintang Pamungkas berencana menggugat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) terkait penangkapan dan penahanan dirinya atas tuduhan makar dan pemufakatan jahat pada 2 Desember 2016 silam.
Menurut Sri Bintang, Kapolri jelas mempunyai peran dalam penahanan dirinya yang berlangsung hingga 15 Maret lalu.
“Karena kalau Kapolri tidak memberi pemicu, Kapolda tidak akan jalan (bertindak),” ujar Sri Bintang di Rumah Kedaulatan Jakarta Selatan, Kamis (23/3).
Gugatan akan dilakukan karena penahanan dirinya sarat akan kejanggalan. Kejanggalan pertama adalah tidak adanya bukti dan korban sebagai syarat Pasal 107, 108, dan 110 KUHP untuk menjeratnya. Dengan demikian, tuduhan makar pun seolah mengada-ada.
Kejanggalan kedua, berkaitan dengan lamanya waktu penahanan. Terhitung, Sri Bintang ditahan kurang lebih 103 hari sejak 2 Desember 2016. Padahal, Kepolisian dan Kejaksaan bisa kapan saja memanggilnya untuk memberi kesaksian tanpa mencopot status tersangka. Sri Bintang merasa dirinya telah dirugikan dalam sisi HAM.
“Saya sempat minta penangguhan, tapi ditolak. Baru pada tanggal 15 Maret saya dibebaskan,” ujar Sri Bintang lantang.
Lebih lanjut dia menilai pengabulan penangguhannya karena sudah mendekati hari ke 110 masa penahanannya. Lebih dari 110 hari, Sri Bintang akan bebas dari penahanan dan status tersangka.
Di samping menggugat, Sri Bintang juga berencana meminta ganti rugi berupa materiil. Dia merasa upayanya menggugat dan minta ganti rugi itu dilindungi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Upaya tersebut pun dinilainya sebagai salah satu Hak Asasi Manusia (HAM).
“Itu termasuk juga, karena ganti rugi kan bisa dalam bentuk non materiil. Dan ganti rugi itu ada dalam UU, itu hak kita,” imbuhnya.
Sri Bintang mengaku sudah mendapat ahli hukum internasional demi merealisasikan rencananya tersebut. Ia tidak cemas jika upayanya ini akan dijadikan bahan pihak lain untuk mengkriminalisasi dirinya.
“Sebetulnya sudah ada 2 sampai 4 orang ya. Tinggal mengumpulkan berkas-berkas,” tutur mantan aktivis Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) di masa Orde Baru tersebut.
(Teuku Wildan)
Artikel ini ditulis oleh: