Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memang mengeluhkan adanya penurunan Nilai Tukar Petani (NTP). (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pertumbuhan ekonomi di tahun ini diprediksi bakal di angka 5 persen atau bahkan bisa lebih bawah lagi. Hal ini karena dipicu dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang dampaknya justru bakal meningkatkan laju inflasi yang otomatis akan menggerus daya beli.

Sehingga, terasa aneh juga jika kemudian Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati malah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5,2 persen atau lebih tinggi dari target di APBN 2017. Jangan-jangan optimisme Sri Mulyani hanya untuk menyenangkan sang bos saja, Presiden Joko Widodo.

“Justru saya proyeksinya tetap di 5,0% atau bisa di bawahnya. Dan tetap kontributor terbesarnya dari sisi pengeluaran yakni konsumsi rumah tangga swasta atau konsumsi domestik, tak besar peran dari pemerintah dalam mendongkrak pertumbuhan,” cetus pengamat ekonomi dari Indef, Eko Listiyanto, kepada Aktual,com, di Jakarta, Rabu (29/3).

Namun demikian, kata dia, kendati kontributor utama itu ada di konsumsi domestik, tapi karena inflasi tahun ini akan tinggi akibat kebijakan pemerintah, maka daya beli masyarakat pun tentu akan menurun. Hal itu, yang kemudian berpotensi besar akan menggerus pertumbuhan ekonomi.

“Inflasi kemungkinan akan lebih tinggi di 2017 dan itu tentu saja akan mengoreksi pertumbuhan konsumsi swasta,” keluhnya.

Inflasi tinggi itu karena memang adanya kebijakan pemerintah dalam mengendalikan harga-harga yang ditentukan pemerintah (administered prices) seperti kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) kapasitas 900 volt ampere dan kebijakan lainnya. Ditambah lagi gejolak harga pangan juga belum bisa dikendalikan.

Hanya saja, lanjutnya, yang menjadi kabar baik adalah ada sedikit peningkatan dari ekspor komoditas, sehingga mengkompensasi penurunan daya beli karena kenaikan inflasi tersebut.

Selain itu, kata Eko, tidak bertumbuhnya perekonomian terutama dari sisi kinerja sektor swasta dibuktikan dengan masih rendahnya laju kredit perbankan. Yang menurut dia, di tahun ini tak akan mencapai angka double digit.

“Jadi, angka pertumbuhan 5,0 persen atau di bawahnya, menurut saya paling masuk akal. Mengingat selain faktor tadi, laju kredit perbankan juga kemungkinan belum bisa tumbuh dua digit atau 10 persen ke atas, seiring memburuknya risiko kredit macet,” papar Eko.

Busthomi

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan