Jakarta, Aktual.com – Saudaraku, demokrasi tanpa kepemimpinan hanya melahirkan gerombolan. Dalam gerombolan, kepentingan warga negara mudah menjelma menjadi anarki. Kekerasan, pemaksaan, dan pelanggaran pun tak terelakkan.
Tidaklah sama, antara pemerintahan otoriter dan pemerintahan otoritatif. Demokrasi bermaksud membasmi yang pertama, tetapi tak bisa tegak tanpa kedua. Kenyataan kini, aneka peraturan dan pembangunan tak jalan karena lemahnya otoritas kepemimpinan atas gerombolan.
Demokrasi menghendaki kepemimpinan oleh banyak orang. Proses perekrutannya tak bisa mengandalkan pada keturunan seperti dalam aristokrasi; tidak juga pada kekayaan bawaan seperti dalam plutokrasi; tetapi harus berjejak pada prestasi (merit) warga negara di segala bidang. Dengan kata lain, demokrasi menghendaki kepemimpinan berdasarkan meritokrasi.
Meritokrasi merupakan solusi atas nepotisme, kelembaman kepemimpinan serta daya saing bangsa. Demokrasi tanpa meritokrasi membuat kepemimpinan tercengkeram orang-orang yang mau meski tak mampu.
Tentang perjuangan menegakkan meritokrasi, Inggris memberi contoh terbaik. Hingga abad ke-18, Inggris terkenal sebagai rumah nepotisme. Sebagai negeri yang tidak pernah dijajah, tidak pernah sepenuhnya kalah dalam perang, dan tidak pernah diguncang revolusi politik, Inggris tak pernah berjeda untuk membuat awalan segar.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid