Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan upaya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan memblokir izin bagi para pelaku usaha yang bermasalah guna mendorong kualitas pelayanan kepabeanan.
“Kita memperbaiki pelayanan kepada publik dan memisahkan pelaku ekonomi yang punya rekam jejak baik dengan mereka yang dianggap ‘high risk’ dan butuh pengawasan lebih lanjut,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers Tim Reformasi Perpajakan dan Kepabeanan dan Cukai di Jakarta, Senin (3/4).
Ketegasan itu, kata Sri Mulyani, telah dilakukan otoritas bea dan cukai agar pelaku usaha yang patuh bisa mendapatkan pelayanan yang memadai dan tidak ikut dirugikan oleh ulah para pengusaha nakal yang tidak mau mematuhi peraturan perpajakan berlaku.
“Bukan kami ingin melakukan intimidasi, melainkan kami ingin mengatakan pelaku ekonomi yang memiliki kepatuhan baik berhak mendapatkan pelayanan. Jadi, tujuannya memisahkan pelaku yang baik dan kurang baik agar jangan sampai pelaku yang baik dirugikan pelaku yang tidak baik,” katanya.
Sri Mulyani menjelaskan upaya tersebut juga merupakan sinergi penguatan yang dilakukan di Tim Reformasi Perpajakan dan Kepabeanan dan Cukai agar penerimaan dari bea cukai bisa lebih optimal dan layanan kepabenanan dapat lebih cepat.
“Upaya ini juga dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengguna jasa dan pengamanan fasilitas fiskal yang diberikan agar terjadi optimalisasi penerimaan dari sektor bea dan cukai, perbaikan data statistik impor, serta perbaikan waktu layanan,” ujar Ketua I Tim Pengarah Tim Reformasi Perpajakan ini.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan penertiban terhadap importir berisiko tinggi dan tidak menyampaikan laporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) kepada Direktorat Jenderal pajak dengan melakukan pemblokiran terhadap 676 importir.
Otoritas bea cukai juga telah memblokir izin 30 perusahaan Gudang Berikat yang tidak menyampaikan laporan SPT, memblokir izin 9.568 perusahaan yang tidak melakukan impor selama 12 bulan, mencabut izin 50 perusahaan penerima fasilitas gudang berikat, dan 88 penerima fasilitas kawasan berikat.
Selain melakukan pertukaran data dengan Direktorat Jenderal Pajak, otoritas bea cukai juga melakukan joint program untuk meminimalkan potensi pelarian hak negara dengan melakukan pemeriksaan sederhana, konseling, penagihan, maupun penyidikan.
Untuk peran ini, bea cukai telah melakukan revitalisasi peran audit di unit pusat dan vertikal guna lebih mengefektifkan fungsi pengawasan melalui kegiatan pemeriksaan dokumen, penelitian ulang, dan audit yang diharapkan bisa meningkatkan kepatuhan pengguna jasa.
Selain itu, kedua otoritas juga membentuk identitas tunggal dan profil bisnis dengan menyatukan nomor identitas kepabeanan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk mempercepat pelayanan registrasi, memberikan perlakuan proposional, dan mendorong kemudahan berusaha.
Institusi bea cukai ikut menggiatkan insentif bagi pengguna jasa dengan tingkat kepatuhan yang baik berupa penambahan perusahaan penerima fasilitas Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama (MITA)Kepabeanan.
Hingga Februari 2017, tercatat sebanyak 44 perusahaan telah mendapatkan sertifikasi AEO dan 113 perusahaan MITA pada tahun 2016. Jumlah tersebut direncanakan bertambah menjadi 264 perusahaan pada tahun 2017.
Bertambahnya perusahaan penerima fasilitas ini bisa berdampak pada penurunan waktu muat di pelabuhan (dwelling time) MITA dan AEO lebih cepat 30 persen dari total “dwelling time” saat ini sehingga bisa menurunkan biaya logistik perusahaan.
Di sektor cukai, otoritas bea cukai membangun aplikasi automasi pembekuan pabrik rokok ilegal dan telah mencabut izin dua pabrik rokok serta membekukan izin dua pabrik rokok, melalui aplikasi ini, hingga Maret 2017.
Pembangunan aplikasi automasi di sektor cukai ini akan meningkatkan efektivitas pengawasan produksi dan peredaran rokok ilegal, serta meningkatkan penerimaan negara melalui penurunan potensi kerugian negara.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan