Pakar Ekonomi Politik Ichsanuddin Noorsy (kanan) mnyampaikan pendapatnya didampingi Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohammad Haikal (kiri) dalam Diskusi Forum Legislasi membahas tema ''RUU BUMN dan Penyertaan Modal Negara (PMN)' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/10). Ichsanuddin Noorsy mengatakan, bahwa di tengah ambruradulnya pembenahan BUMN saat ini, Indonesia tidak saja tengah mengalami krisis energi, tapi juga tengah kekurangan pangan. Indonesia membutuhkan political will pemerintahan Joko Widodo untuk keluar dari krisis energi berkepanjangan. Pasalnya, Indonesia bukan Korea Selatan, India, atau Jepang, yang mampu mengelola ketahanan energi mereka sendiri. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai terlalu berlebihan dalam menghadirkan saksi dalam dugaan kasus korupsi e-KTP. Banyaknya jumlah saksi yang akan dihadirkan dalam sidang kasus ini dianggap sebuah upaya yang terkesan membuat kasus ini jadi lebih besar dan berkepanjangan.

Menurut pengamat politik, Ichsanudin Noorsy, hal ini merupakan sebuah indikasi bahwa KPK sudah larut dalam pusaran politik kekuasaan dan sarat akan kepentingan.

Dalam hal ini, ia menyebut KPK tak ubahnya seperti lembaga yang diisi oleh politikus yang bermain dengan citra, alih-alih fokus pada efisiensi penanganan hukum.

“Pencitraan karena bermaksud melindungi sebuah kekuasaan, suatu kekuasaan politik. Jadi KPK sudah ikut bermain untuk pencitraan penegakan hukum, termasuk melakukan pembunuhan karakter,” ucap Noorsy ketika dihubungi Aktual, Selasa (4/4).

“Di situ nampak tujuannya, tujuannya dia jadi benteng pertahanan kekuasaan,” lanjutnya menegaskan.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid