Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Umar Juoro menegaskan, laju kredit perbankan di tahun ini akan mengalami pelemahan yang signifikan. Padahal laju kredit ini bisa menjadi pendorong utama dalam pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi, modal kerja, dan investasi.
Kondisi itu terjadi, karena perbankan masih disibukkan dengan adanya laju rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) yang masih tinggi. Itu membuat pihak perbankan masih hati-hati.
“Sebab dengan NPL yang masih relatif tinggi, mencapai 3,1 persen, bank masih sibuk melakukan restrukturisasi. Sekalipun itu pilihan sangat sulit. Sehingga bank akan sangat hati-hati dalam meningkatkan pertumbuhan kredit,” papar Umar dalam diskusi Menuju Ketangguhan Ekonomi Indonesia, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/4).
Apalagi saat ini, kata dia, kondisi rendahnya laju kredit juga karena dipengaruhi oleh belum terlihatnya sektor utama (leading sector) yang bisa mengerek pertumbuhan kredit lebih tinggi dari tahun lalu.
“Faktanya memang, stimulasi melalui pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur belum dapat menstimulasi pertumbuhan kredit dan ekonomi. Sebab sangat terbatas pada peran serta BUMN, belum melibatkan swasta secara optimal,” jelas Umar.
Selain itu, kata dia, laju kredit yang rendah juga karena adanya agresifitas penerimaan pajak. Makanya perlu juga didukung sumber pembiayaan dari pasar modal dan pasar uang.
“Sehingga kondisi keuangan di 2017 ini siklusnya masih akan menurun (through), masih berat untuk mulai naik (upswing). Salah satunya karena laju kredit di industri perbankan masih melambat. Susah untuk mencapai double digit,” jelas dia.
Hingga Januari-Februari 2017 laju kredit baru mencapai 8,4 persen. Sementara lembaga otoritas seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sekitar 12-14 persen.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan