Ketua DPD terpilih Oesman Sapta Odang (kedua kiri) bersama Wakil Ketua I Nono Sampono (kiri) dan Wakil Ketua II Darmayanti (ketiga kiri) diambil sumpah jabatan oleh Wakil Ketua MA Bidang Yudisial M. Syarifuddin (kanan) saat pelantikan Ketua DPD pada Rapat Paripurna DPD di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/4). Oesman Sapta menjadi Ketua DPD menggantikan Mohammad Saleh. AKTUAL/Tino Oktaviano
Wakil Ketua MA Bidang Yudisial M. Syarifuddin (kedua kanan) foto bersama Ketua DPD terpilih Oesman Sapta Odang (kedua kiri), Wakil Ketua I Nono Sampono (kiri) dan Wakil Ketua II Darmayanti (kanan) usai mengambil sumpah jabatan saat pelantikan Ketua DPD pada Rapat Paripurna DPD di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/4). Oesman Sapta menjadi Ketua DPD menggantikan Mohammad Saleh. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Mulfachri Harahap mengatakan sikap Mahkamah Agung (MA) yang melantik pimpinan DPD RI yang baru sama saja meruntuhkan kredibilitasnya sendiri.

Sebab, di dalam putusan MA membatalkan peraturan DPD RI mengenai frasa masa jabatan pimpinan DPD RI hingga 2,5 tahun dalam perkara judicial review (JR).

“Ini MA membuat keputusan, lalu MA melanggar keputusan yang telah dibuatnya. Kalau MA saja enggak patuh apalagi masyarakat, ini sama saja membuat kredibilitas MA hancur,” kata Mulfachri, di Komplek Parlemen, Senayan, Rabub (5/4).

Dengan sikap MA yang melantik atas dasar peraturan tata tertib DPD RI dengan masa jabatan 2,5 tahun membuat masyarakat menjadi bingung. Lantaran, sambung ketua fraksi PAN itu, bagaimana mungkin masyarakat mau mempercayai produk keputusan pengadilan kalau MA sendiri secara terang-terangan melakukan pelanggaran terhadap hasil yang dikeluarkannya sendiri.

“Ketika ada majelis di MA yang memutus perkara ini seperti ini putusannya, maka seluruh instrumen MA harus tunduk. Jadi termasuk masyakarat harus tunduk,” tegas dia.

“Kekuatan hukum sebuah putusan hanya bisa terlihat apabila putusan bisa dilaksanakan. Nah dalam hal ini kan tidak bisa dilaksanakan, MA memutus 2,5 tahun dianggap tidak tepat, tapi kemudian MA melantik,” ujar politikus PAN itu.

Namun, sambung dia, lain ceritanya bila mengeluarkan produk baru untuk menganulir putusan yang sifatnya final and binding.

“Kalau memang MA menganggap perlu untuk membuat produk hukum baru, baik dalam bentuk fatwa atau apa. Tentu harus menganulir keputusan sebelumnya agar kepemimpinan yang sekarang itu punya legalitas,” ucapnya.

“Ini sesuatu yang sulit untuk dilakukan, karena putusannya kan final and binding. Gimana caranya? Ya MA yang tau,” tandas dia.

(Novrizal Sikumbang)

Artikel ini ditulis oleh: