Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2012-2017, Hadar Nafis Gumay berharap undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang sedang digodok oleh Komisi II DPR RI dapat lebih memperhatikan masalah pemekaran wilayah. Hal ini karena sangat terkait dengan kecenderungan permintaan meningkatnya jumlah kursi wakil rakyat.

Jumlah kursi wakil rakyat dalam suatu wilayah yang bermekar, sejatinya merupakan satu paket dengan wilayah yang sebelumnya menjadi induk. Namun, pemekaran wilayah telah membuat jumlah kursi tersebut harus terbagi dua di antara wilayah lama dengan wilayah yang baru dimekarkan.

“Jangan mau mekar tapi kursinya enggak boleh kurang, itu yang sering terjadi,” ujar Hadar kepada wartawan di tengah acara Focus Discussion Group yang diadakan KPU di sebuah hotel di Jakarta Selatan, Kamis (6/4).

Tercatat, sedikitnya terdapat18 wilayah baru hasil pemekaran wilayah yang menjadi fokus KPU dalam perhelatan Pilkada serentak 2018 serta Pileg dan Pilpres pada 2019 nanti. Jumlah ini meliputi satu provinsi dan tujuh belas kabupaten/kota.

Hadar sendiri mengkhawatirkan permasalahan ini dapat menjadi preseden buruk bagi kehidupan demokrasi Indonesia. Pasalnya, pemekaran wilayah nantinya bukan lagi bertujuan untuk meratakan kesejahteraan, melainkan untuk menambah kekuatan politik dari pihak-pihak tertentu.

“Nanti modus membelah diri ini bisa digunakan untuk menambah kekuatan politik, itu akan jadi beban negara juga kan,” tegasnya.

“Oleh karena itu prinsip itu harus dikuatkan betul dalam undang-undang karena kalau terus menambah kursi,” lanjut Hadar.

Suatu wilayah yang terbagi akibat adanya pemekaran wilayah tentunya juga secara otomatis akan menambah jumlah daerah pemilihan (dapil). Namun, hal itu juga harus dimaklumi jika memang jumlah kursi yang tersedia memang tidak sesuai dengan beberapa kelompok tertentu.

“Jadi kita juga harus bisa menerima, kalau dia berkurang, maka sangat mungkin kursinya juga turun,” jelasnya.

Hadar sendiri mengungkapkan bahwa masalah ini sebelumnya hanya diatur oleh aturan yang dibuat oleh KPU, yaitu Peraturan KPU (PKPU). Namun pada kenyataannya, PKPU ini justru dipandang tidak sesuai dengan UU Pemilu oleh sebagian pihak.

“Jadi itu harus dipastikan ada di dalam undang-undang, sehingga kami sebagai pelaksana itu tidak kesulitan atau dituduh melakukan pengaturan yang tidak sesuai dengan undang-undang,” pungkasnya.

Laporan: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid