Gubernur BI Agus DW Martowardojo saat hadir dalam sidang lanjutan kasus korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Jaksa penuntut umum melihat kejanggalan dalam kontrak tahun jamak atau multiyears proyek e-KTP yang disetujui Kementerian Keuangan, saat dipimpin Agus Martowardojo. Hal tersebut tak terlepas dari adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 194 Tahun 2011.

Kata Jaksa Irene Putri, kejanggalan terletak pada pengalihan sisa dana proyek e-KTP tahun anggaran 2011 sejumlah Rp 1,045 triliun, ke tahun anggaran 2013. Padahal, aturan pada Pasal 9 ayat (2) PMK Nomor 194 Tahun 2011, tidak mengizinkan hal tersebut.

“Yang jadi persoalan sebenarnya bukan multiyears disininya. Tapi masih ada (anggaran sisa 2011, tapi dialihkan) di 2013, yang seharusnya tidak boleh,” terang jaksa Irene, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/4) malam.

Lebih lanjut disampaikan, peralihan sisa anggaran itu memang disoroti secara khusus oleh jaksa. Sebab, kalau hal tersebut tak terjadi akan meminimlisir potensi kerugian keuangan negara.

“Itu yang perlu kita dalami juga, kenapa di 2013 ini ada. Harusnya kan 2011-2012, tapi berubah jadi 2011 hingga 2013,” jelas Irene.

Meski demikian, sambung dia, jaksa juga melihat bahwa salah satu pasal dalam PMK 194 Tahun 2011, justru mengakomodir bahwasanya sisa anggaran satu tahun anggaran kontrak multiyears bisa dialihkan.

“Iya, itu yang kita lihat (PMK 194 juga mengakomodir peralihan sisa anggaran),” ucapnya.

Seperti diketahui, Direktur Jenderal Anggaran Kemekeu, Sambas Maulana, bahwa pihaknya menyetujui peralihan sisa uang proyek e-KTP untuk tahun anggaran 2011, ke tahun anggaran 2013. Kata dia, peralihan anggaran dapat dilakukan jika terdapat kondisi tertentu, dimana dalam PMK 194 Tahun 2011 disebut sebagai kondisi Kahar atau Non Kahar.

Keadaan Kahar yakni keadaan yang tidak bisa diprediksi karena bencana alam dan sebagainya. Sedangkan keadaan Non Kahar, karena ada pekerjaan baru, salah satunya karena pekerjaan itu tidak terlaksana tepat waktu atau terlambat.

Sementara terkait e-KTP ini, klaim Sambas terjadi karena ada keadaan Non Kahar. “Karena saat itu banyak sekali sanggahan-sanggahan dari proses lelang karena dari pihak ketiga yang tidak puas, ini kan tidak bisa diprediksi sebelumnya,” jelasnya.

M. Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan