Ribuan peserta mengikuti prosesi Deklarasi Revolusi Mental di mulai dari Pendidikan di Lapangan Hall Basket, Senayan, Jakarta, Selasa (15/12). Deklarasi tersebut bertujuan meneguhkan peran Kementerian Agama dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik yang dimulai dari pendidikan agama, perubahan pola pikir dan karakter. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz/15.

Jakarta, Aktual.com – Badan Pusat Statitik (BPS) mencatat Indeks Pertumbuhan Manusia (IPM) pada tahun 2016 hanya bertumbuh tipis 0,63 poin, dibanding tahun sebelumnya dari posisi 69,55 menjadi 70,18.

Menurut Kepala BPS, Suhariyanto, dengan kenaikan itu memang status Indonesia meningkat dari level sedang menjadi tinggi.

“IPM menjadi elemen yang penting. Kenapa? Karena IPM ini sebagai indikator keberhasilan pembangunan manusia. Sebab keberhasilan pembangunan itu, tak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi tapi juga meningkatkan kualitas hidup manusia,” papar dia, di Jakarta, Senin (17/4).

Menurutnya, IPM itu dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standard hidup layak (decent standard of living).

Jadi beberapa indikator, kata dia, telah meningkat. Antara lain, penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 7,95 tahun, meningkat tipis 0,11 tahun dibanding tahun sebelumnya.

“Dan pengeluaran per kapita (harga konstan 2012) masyarakat telah mencapai Rp10,42 juta rupiah pada tahun 2016, meningkat Rp270 ribu dibandingkan tahun sebelumnya,” papar dia.

Kendati IPM naik, BPS sendiri mengakui disparitas IPM masih tinggi antar wilayah. Ini tantangan yang harus diselesaikan pemerintah. Apalagi, masih ada Papua yang masih masuk kategori IPM-nya masih sangat kecil yaitu 65,09 poin.

“Apalagi kemudian, IPM di Papua sendiri masih ada ketimpangan yang tinggi. Seperti di Jayapura IPM-nya mencapai 78 poin, tapi di Kabupaten Nduga, justru IPM-nya masih di angka 26,56 poin,” jelasnya.

Seperti diketahui, kendati IPM sudah naik, namun dibanding beberapa negara IPM Indonesia sendiri masih rendah. Kalah dari Malaysia yang di tahun 2015 sebesar 78,9 poin dan Turki di angka Turki 76,7.

Apalagi di Turki IPM sendiri memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sementara di kita pertumbuhan ekonomi yang selalu diklaim pemerintah IPM-nya masih di bawah. Lantas, bagaimana dampaknya revolusi mental selama ini?

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan