Ambil alih Freeport. (ilustrasi/aktual.com)

Yogyakarta, Aktual.com – Surat Persetujuan Ekspor konsentrat yang dikantongi PT. Freeport Indonesia usai didatangi Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence menandakan Indonesia tak mampu berbuat banyak pada industri pertambangan milik negara adidaya itu.

“Amerika Serikat menang banyak, sudah hambatan dagang di Indonesia dikurangi, plus kepastian Freeport jalan terus,” ujar Bhima Yudhistira, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) kepada Aktual, Minggu (23/4).

Kesepakatan antara Mike Pence dengan pemerintah Indonesia baginya membingungkan, sebab keinginan KK dari Freeport dan kewajiban IUPK oleh pemerintah terdapat banyak perbedaan terutama soal ekspor konsentrat.

Dalam KK bea keluar sebesar 5 persen, sementara menurut IUPK bea keluar 7,5 persen meskipun Freeport maunya tetap di 5 persen. Namun, pemerintah seolah tunduk dimana bea keluar sedang diurus KemenESDM dan Kemenkeu.

“Artinya, IUPK dan KK itu sama saja jadinya. Kalau begitu, buat apa ada IUPK? Pemerintah sedang bermain-main,” kecamnya.

Pemerintah diminta betul-betul tegas menegakkan IUPK, divestasi saham 51 persen, pembangunan smelter serta bea keluar ekspor 7,5 persen tidak bisa ditawar lagi. Bhima berharap jangan sampai ada cerita PP 1/2017 direvisi karena keinginan Freeport.

“Itu baru Pence yang datang, kalau Trump yang melakukan kunjungan apa nggak lebih parah lagi? Kedaulatan sumber daya alam Indonesia dalam kondisi yang mengkhawatirkan,” kata dia.

Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan, mengakui Surat Persetujuan Ekspor untuk konsentrat tembaga sebesar 1.113.105 wet metric ton itu telah dikeluarkan Jumat malam (21/4) dengan masa berlaku hingga 16 Februari 2018.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Andy Abdul Hamid