Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu mempertanyakan taji aparat penegak hukum yang kerap kalah jika menghadapi kasus dugaan pelanggaran hukum oleh swasta atau
korporasi.
“Hasil penanganan kasusnya selalu tidak maksimal,” terang Masinton dalam Diskusi Publik ‘Peran Penegak Hukum Dalam Memberantas Kejahatan Korporasi’ yang digelar Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) di Jakarta Salatan, Rabu (26/4).
Ia mencontohkan bagaimana penanganan kasus kebakaran lahan dan hutan yang dilakukan oleh sejumlah korporasi di Riau pada 2015 lalu. Padahal itu menimbulkan kerugian negara mencapai Rp200 triliun namun perusahaan itu justru mendapatkan surat penghentian penyidikan (SP3).
Menurut Masinton, jika kasus korporasi bergulir ke pengadilan hasilnya juga kurang maksimal. Secara umum, ada dua pilihan ketika aparat mengungkap kasus besar, pertama dikeluarkan di-SP3 dan kedua ringan putusannya di pengadilan.
Sementara itu, Asisten Khusus Jaksa Agung Asep Mulyana menyatakan saat ini peraturan yang ada seperti KUHP lebih tertuju mengatur perorangan, tidak ada satupun yang mengatur korporasi.
“Bisa dikatakan hampir tidak ada kasus kejahatan mengenakan korporasi sebagai aktor intelektualnya,” paparnya.
Ia mengindentifikasi tiga kejahatan korporasi, yakni, korporasi yang sengaja didirkan untuk berbuat kejahatan seperti membuat faktur pajak fiktif, kemudian korporasi yang mendapatkan keuntungan dari kejahatan.
“Serta korporasi yang menjadi korban dari tindak kejahatan. Kita lebih baik membahas yang nomor satu dan dua saja,” kata dia.
Kejagung sendiri sejak 2009 telah mencoba melakukan identifikasi kejahatan korporasi tersebut termasuk membuat petunjuk teknis penangananannya.
Sedangkan, Koordinator Staf Ahli Kapolri Irjen Pol Iza Fadri menekankan perlunya kerjasama penegakan hukum secara integratif dari proses penyidikan sampai penuntutan. “Kalau terintegrasi akan diketahui master mind-nya,” katanya.
Terutama yang harus dibahas, ditambahkan, permasalahan korporasi yang dijadikan sebagai alat untuk tindak kejahatan.
(Fadlan Syam Butho)
Artikel ini ditulis oleh: