KPK menetapkan eks Kepala BPPN Syariffudin Temenggung sebagai tersangka dalam kasus SKL BLBI. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubeidillah Badrun mengatakan langkah KPK dalam melakukan penyidikan hingga menetapkan eks Kepala BPPN Syariffudin Temenggung menunjukan jika kebijakan surat keterangan lunas (SKL) BLBI di era Presiden Megawati Soekarnoputri bermasalah.

Sebab, kebijakan yang dapat diperkarakan dimuka hukum adalah kebijakan yang menimbulkan kejahatan ekonomi dan kerugian negara.

Perak melihat adanya bau busuk korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia dan penjualan aset-aset Negara di BPPN secara murah. Mega korupsi BLBI Rp. 650 triliun dan obral murah aset-aset BPPN sampai Rp.450 triliun
Perak melihat adanya bau busuk korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia dan penjualan aset-aset Negara di BPPN secara murah. Mega korupsi BLBI Rp. 650 triliun dan obral murah aset-aset BPPN sampai Rp.450 triliun

“Penyidikan hingga penetapan tersangka di kasus SKL oleh KPK, artinya asumsi KPK, SKL itu sebagai kebijakan yang melahirkan kejahatan ekonomi atau korupsi,” kata Ubeidillah dalam acara diskusi bertajuk ‘Menelisik Skandal BLBI, KPK Jangan Tebang Pilih’ yang digelar LAPEKSi, di Jakarta, Kamis (4/5).

Ketika ditanyakan lebih lanjut, apakah kemudian dalam kasus SKL BLBI ini, Megawati akan ikut tersangkut masalah korupsi, ia mengatakan bahwa hal tidak menutup kemungkinan.

“Kalau itu ditelusuri KPK dari segi kebijakaan (seperti di kasus mega proyek pembangunan sarana prasarana olahraga di Hambalang) maka tidak tutup kemungkinan,” sebut Ubed sapaan akrab Ubeidillah itu.

“Karena ada Inpres No 8 Tahun 2002, lalu akan smpai pada keluarnya Tap MPR (yang saat itu diketuai Amien Rais). Jadi kalau di telusuri dasar hukumnya. Kerena itu saya kira (terbukanya kembali kasus ini) harus berbasis pada fakta yang ada,” tandasnya.

(Novrizal Sikumbang)

Artikel ini ditulis oleh: