Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menyatakan kenaikan tarif listrik akan berpengaruh negatif terhadap perekonomian nasional. Kebijakan tersebut tidak tepat karena diterapkan pada saat daya beli masyarakat sedang tertekan.
Peneliti AEPI Dani Setiawan memperkirakan peningkatan laju infrasi akan semakin tinggi yang mempengaruhi nilai tukar terhadap barang. Kemudian jumlah masyarakat miskin akan semakin bertambah beriringan turunnya daya beli.
“Yang jelas pasti terjadi kenaikan inflasi. Tapi lebih jauh, hal ini akan memberatkan rumah tangga miskin dan hampir miskin,” katanya kepada Aktual.com, Minggu (7/5).
Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah telah mencabut subsidi terhadap 19 juta pelanggan listrik golongan 900 VA. Dengan pencabutan subsidi tersebut, pemerintah menaikkan tarif secara bertahap.
Pada periode pertama yakni Januari-Februari, harga naik menjadi sebesar Rp790/kWh dari tarif semula Rp586/kWh. Pada periode kedua, Maret- April akan melonjak sekitar 38 persen dan menjadi Rp1000/kWh dengan rata-rata tagihan sebesar Rp137.000.
Untuk periode ini, yakni periode ketiga pada bulan Mei mengalami kenaikan hingga 24 persen dengan tarif Rp1,352/ kWh dengan total tagihan rata-rata Rp170.000 per bulan.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa kenaikan kali ini semakin memperburuk daya beli. Terlebih masyarakat juga akan mempersiapkan ibadah puasa ramadhan.
(Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh: