Jakarta, Aktual.com – Pergerakan ekspor para April 2017 lalu dianggap kurang sehat karena hanya mengandalkan laju harga komoditas. Sehingga pada saat harga komoditas bulan lalu kembali menurun, nilai ekspor pun anjlok. Padahal neraca perdagangan sendiri alami surplus.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai, jika kualitas ekspor akan seperti itu terus, maka ekspor tak bisa diandalkan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi.
“Karena faktanya, peranan ekspor dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tergantung naik turunnya harga komoditas. Sehingga ekspor pun tak sehat dan perekonomian yang belum terlalu tangguh,” katan dia kepada Aktual.com baru-baru ini.
Dia menegaskan, harga komoditas memang diprediksi akan sedikit membaik di triwulan II ini. Salah satu faktornya adalah perbaikan permintaan global terutama di negara seperti AS dan Eropa.
Namun di sisi lain, kata dia, rencana OPEC memangkas produksi di semester II mendatang sepertinya akan cukup memengaruhi harga minyak dunia nantinya. Karena pasokan minyak pasti akan berkurang.
“Kondisi itu harus menjadi perhatian pemerintah. Karena kalau terus bergantung pada ekspor komoditas mentah yang tidak memiliki nilai tambah, maka perekonomian pasti akan menjadi kurang sehat,” terang Bhima.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat posisi neraca perdagangan untuk bulan April 2017 mengalami surplus sebesar US$ 1,24 miliar dari total nilai ekspor April mencapai US$ 13,17 miliar. Namun jika dikaji, dibanding bulan sebelumnya (month to month), kendati surplus laju ekspornya ternyata mengalami penurunan sebesar 10,30 persen.
Pada Maret 2017 sendiri nilai ekspornya mencapai US$ 14,68 miliar. Lebih besar dari bulan lalu yang hanya sebesar US$ 13,17 miliar.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari–April 2017 mencapai US$ 53,86 miliar atau meningkat 18,63 persen dibanding periode yang sama tahun 2016, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$48,90 miliar atau meningkat 19,14 persen.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh: