Jakarta, Aktual.com – Kasus dugaan korupsi ihwal penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI), untuk Sjamsul Nursalim, pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), masih berjalan.
Kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, penyidik tengah berupaya untuk mengembangkan kasus tersebut. Salah satu caranya dengan menerapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
“Dalam kasus BLBI kami sedang mempertimbangkan dan menganalisa secara komprehensif untuk penerapan pidana korporasi. Fokus saat ini pihak-pihak yang diuntungkan,” ungkap Febri, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/5).
Demi menunjang penerapan Perma tentang pidana korporasi, penyidik KPK saat ini berupaya menemukan adakah aset Sjamsul yang berasal dari BLBI namun diubah menjadi aset perusahaan.
“Kita akan telusuri apakah aset pribadi atau kemudian jadi aset perusahaan. Yang diuntungkan adalah obligor itu sendiri. Maka KPK akan telusuri aset-aset di Indonesia maupun di luar negeri,” terang dia.
Penggunaan Perma ini menjadi menarik lantaran KPK belum mentersangkakan Sjamsul. Ketika ditanya pakah tindakan tersebut merupakan cara KPK untuk menjerat Sjamsul, Febri pun menjawab diplomatis.
“Untuk strategi penyidikan, tidak bisa kami sampaikan ke publik,” singkatnya.
Seperti diketahui, Sjamsul diyakini oleh KPK sebagai pihak yang diuntungkan dengan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI. Menurut KPK, SKL tersebut tidak dapat diberikan lantaran BDNI masih punya tunggakan Rp 4,8 triliun, dari total BLBI yang harus ia kembalikan ke negara.
(Zhacky Kusumo)
Artikel ini ditulis oleh: