Ketua Umum Sekretariat Nasional Keris Indonesia Fadli Zon melihat pameran keris saat berlangsungnya Pameran Keris Nasional Mahakarya Keris Majapahit di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Kamis (4/5/2017). Sebanyak 100 keris yang ditempa di era Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 dipamerkan saat Pameran Keris Nasional Mahakarya Keris Majapahit di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyatakan ditetapkannya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional oleh Presiden Soekarno sangat erat kaitannya dengan tujuan membangkitkan kembali semangat persatuan di tengah iklim perpecahan bangsa yang sedang mengancam pada waktu itu.

Karenanya, di tengah situasi hampir serupa yang berlangsung belakangan ini, penting sekali bagi bangsa untuk menghadirkan kembali semangat itu.

“Pada 1948, situasi politik di tanah air juga memanas. Belanda ingin kembali berkuasa, sementara di internal kita terjadi perpecahan ideologi yang sengit, terutama terhadap golongan kiri. Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin dan naiknya Kabinet Hatta telah melahirkan perseteruan di antara partai-partai politik. Di kalangan militer juga terjadi perpecahan, yang ditandai oleh aksi saling culik antarkesatuan.” ujar Fadli yang juga merupakan doktor ilmu sejarah.

Untuk mendorong terjadinya rekonsiliasi, lanjutnya, Bung Karno kemudian menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, yang kemudian diperingati dengan berbagai pawai dan kegiatan bersama yang diikuti oleh golongan-golongan yang sedang berseteru. Tujuannya supaya tak terjadi perpecahan yang bisa mengancam keutuhan bangsa.

“Meski di kalangan sejarawan masih menuai kontroversi, menurut saya pemilihan tanggal kelahiran Boedi Oetomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional punya makna historis yang penting. Nasionalisme keindonesiaan kita secara historis memang lahir secara gradual, dimulai dari etno-nasionalisme dan Islam. Kelompok etnonasionalisme diwakili antara lain oleh organisasi seperti Boedi Oetomo. Sementara nasionalisme relijius dipelopori organisasi Islam, seperti Syarikat Islam. Baru kemudian pada tahun 1920-an menggumpal menjadi Nasionalisme Indonesia, sebagaimana yang diwakili kelahiran Perhimpunan Indonesia, PNI, dan sebagainya.”

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid