Pri-Agung-Rahmanto

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Migas Pri Agung Rakhmanto merasa prihatin dengan kondisi hulu migas tanah air saat ini, dengan regulasi yang tidak menentu dan tidak didukung oleh harga minyak dunia yang tak kunjung ekonomis bagi industri, membuat sektor ini tidak berjalan maksimal.

Padahal sektor migas sendiri merupakan bagian komponen yang vital dalam menggerakan roda perekonomian. Dengan menurunya KKKS kata Pri menjadi pertanda bahwa produksi minyak dalam negeri akan berkurang dan pemerintah terpaksa menguras devisa untuk melakukan impor minyak dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasional.

“Kalau KKKS kita menurun maka akan impor. Migas kita defisit karena pendapatan dari migas lebih kecil daripada pengeluaran untuk impor. Devisa akan terkuras dan neraca pembayaran mata uang Rupiah akan menjadi lemah,” tutur Pri kepada Aktual.com, ditulis Selasa (23/5)

Sesuai data Ditjen Migas, jumlah KKKS pada 2013 diketahui sebanyak 321 perusahaan, lalu pada 2014 berkurang menjadi 318. Untuk tahun 2015 tercatat hanya 312 dan tahun 2016 hanya mampu dipertahankan sebanyak 300 KKKS.

Pemerintah menyakini diantara penyebab hal ini yaitu PP Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Perpajakan Bagi Industri Hulu Migas. Aturan ini dinilai menghimpit industri migas, dan semakin terasa ditengah harga minyak yang anjlok.

Kendati Kementerian ESDM telah berupaya merevisi aturan ini, namun nyatanya dalam proses revisi mendapat hambatan dari kementerian terkait. Dan hingga saat ini tidak menemukan kejelasan.
Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs