Jakarta, Aktual.com – Kekerasan terhadap wartawan belakangan ini marak kembali terjadi di Indonesia. Dengan masuknya pada kebebasan pers, setelah berakhirnya masa pemerintahan Orde Baru. Pers di Indonesia telah memiliki kebebasan yang sangat luas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang suatu peristiwa yang sedang terjadi.

Namun demikian lahirnya kebebasan pers ini diikuti pula dengan meningkatnya ancaman keamanan terhadap pekerja pers termasuk para wartawan. Hal ini terbukti adanya kasus tindak kekerasan yang dialami terhadap jurnalis Bunaiya Fauzia Arubone, wartawan Rakyat Merdeka Online (RMOL).

Peristiwa ini berawal pada saat Bunaiya melakukan peliputan acara Menteri PUPR Basoeki Hadimoeljono yang hendak membagi-bagikan plakat di acara pengukuhan pengurus Badan Kejuruan Teknik Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia periode 2017-2020, yang berada di lantai 17, Gedung Utama Kementerian PUPR, Jakarta Selatan.

Ketika Bunaiya melakukan pemotretan Mentri PUPR, disaat bersamaan, seorang yang mengaku petugas protokoler memintanya beranjak pergi, dengan alasan petugas protokoler ingin menaruh gelas.

Bunaiyah yang sedang menjalankan tugas, mengaku dalam keterangan nya di situs berita rmol.co untuk meminta izin mengambil foto lebih dahulu sebelum menyingkir. Tetapi, petugas tersebut menurut pengakuan Bunaiyah yang sempat mengucap ‘Saya bilang sebentar bang belum dapat foto bagus’.

Namun disayangkan profesi wartawan atau jurnalis yang dilindungi dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999, bedasarkan ketetapan DPR RI pada Bab VIII perihal ketentuan pidana Pasal 18 poin 1 dilanggar protokoler Kementerian PUPR.

Dalam Pasal 18 itu disebutkan setiap orang yang secara hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 Ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Protokoler Kementerian PUPR dengan ucapan yang dianggap tidak menyenangkan dan berusaha menghalangi tugas profesi wartawan dengan pernyataan ‘monyet nih anak’ yang ditujukan kepada Bunaiya.

Saat dikonfirmasi Bunaiya terkait statement protokoler, justru Jurnalis Rakyat Merdeka Online tersebut mendapat perlakuan fisik dengan dicekik sambil didorong ke luar ruangan.

Tak henti disitu, Bunaiyah yang memegang kartu pers resmi Rakyat Merdeka Online pun di indahkan Protokoler. Kondisi ini merupakan Tindakan kekeraaan dan dianggap menghalang-halangi profesi jurnalis saat melakukan tugas peliputan.

Terkait hal itu pula, Kamerawan JurnaIis Indonesia ( KJI ) yang memiliki profesi sama dengan Bunaiya sebagai jurnalis, mengecam dan meminta oknum pelaku kekerasan terhadap jurnalis saat melaksanakan tugas yang dilindungi UU Pers tersebut untuk meminta maaf dan menjelaskan alasan tindakannya yang sangat jelas melanggar UU Pers.

“Meski pihak KemenPUPR telah mengeluarkan surat edaran permohonan maaf yang ditandatangani oleh Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S. Atmawidjaja, KJI mengecam keras peristiwa tersebut, dan meminta pihak Kepolisian dapat mengusut tuntas atas peritiwa itu yang telah tertera dalam UU Pers,” demikian Ketua Umum KJI Harwin Brams.

Artikel ini ditulis oleh: