Polisi bersenjata mengawal evakuasi dua jenazah teroris Poso hingga tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (18/5). Kedua teroris anggota kelompok Santoso bernama Firman alias Aco alias Ikrima dan Yazid alias Taufik itu tewas setelah terlibat kontak senjata dengan Satgas Operasi Tinombala di Desa Pantangolemba, Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso pada Minggu (15/5) dan evakuasi baru dapat dilakukan karena terhambat medan berat dan cuaca buruk. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Keterlibatan TNI dalam menanggulangi terorisme harus diatur jelas tugas dan fungsinya. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto, mengatakan tupoksi TNI mesti tertuang dalam Undang-undang ihwal pemberantasan terorisme.

“TNI, dan semua elemen bangsa harus turut bertindak dalam penanggulangan tindak pidana terorisme. Hanya saja, pengaturannya harus jelas. Dimana tugas pokok, fungsi dan peranan, masing-masing harus jelas. Itu harus diatur dalam UU tersebut,” kata Setyo di Cikini, Jakarta, Sabtu (3/6).

Sebagai contoh pembagian tupoksi antara polisi dan TNI dalam penanggulangan terorisme, kata Setyo, dapat dilihat saat operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah, sejak awal 2016 lalu.

Kerja sama polisi dan TNI dalam operasi Tinombala diketahui melibatkan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider dan Kopassus, demi memburu kelompok teroris Santoso. Dan operasi tersebut menurut Setyo bisa dijadikan pertimbangan dalam merevisi UU ihwal pemberantasan terorisme.

“Kita sudah melihat di operasi Tinombala di Poso, dimana ‘beyond police ‎capacity’. Jadi, kalau sudah melebihi kapasitas kemampuan polisi, TNI harus berperan.”

Seperti diketahui, pembahasan mengenai UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, masih berjalan alot di DPR RI. Dalam pembahasannya, salah satu hal yang jadi perdebatan soal keterlibatan TNI.

M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu