Jakarta, Aktual.com – Mantan Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan era Presiden Abdurahman Wahid, Rizal Ramli berkali-kali menerima tantangan pemerintah membenahi perusahaan negara yang menuju ambruk. Misalnya, pada pertengahan Maret 2015, Rizal Ramli diminta menyumbangkan tenaga dan pikirannya sebagai Komisaris Utama PT Bank Negara Indonesia atau BNI (Persero) Tbk.
Salah satu penasihat ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu menilai BNI merupakan bank yang kuat dan bagus. Tapi, perlu perbaikan di sana-sini Pada masa awal reformasi, tangan dingin Rizal Ramli terbukti mujarab memperbaiki Bulog dan Semen Gresik Group. Di bawah kendalinya, kinerja dua perusahaan negara itu melampaui ekspektasi banyak pihak. Keuntungam SG Group naik dari Rp 400 miliar menjadi Rp 3,2 trilliun dalam dua tahun.
Keberhasilan ini membuat SG Group menjadi BUMN terbesar ketujuh dari segi asset dan keuntungan. Sebelum digarap Rizal Ramli, posisi SG Group berada di bawah urutan 20.
Sebagai Menko Perekonomian-nya Gus Dur, ia berhasil menyelamatkan PT PLN (Persero) dari kebangkrutan, melalui berbagai terobosan mencengangkan. Dalam periode jabatannya yang singkat sebagai Komut BNI (Maret-Agustus 2015), Rizal tanpa banyak bicara melakukan banyak hal. Janjinya menggelar perbaikan pada bank pelat merah tersebut berbuah peningkatan kinerja BNI.
Langkahnya yang pertama, menajamkan corporate plan lima tahun (2015-2020). Dari sini digariskan sejumlah goals berikut strateginya. Rizal Ramli beruntung dibantu oleh Dirut BNI Achmad Baiquini yang hebat dan Direksi BNI yang bagus2 dan kompak, serta team komisaris yang professional.
Beberapa misi penting yang digariskannya antara lain; harus mampu mengejar BCA. Dia juga minta angka kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) diturunkan secara signifikan. Langkah ini penting, karena ia menjadi prasyarat utama untuk bisa tumbuh pesat. Misi lain, menggenjot pertumbuhan kredit di atas rata-rata nasional yang 12 persen. Agar mampu menggenjot kredit, permodalan BNI harus diperkuat. Caranya, dengan melakukan revaluasi aset. Rizal Ramli juga fokus pada salah satu sumber penghasilan utama perbankan, kartu kredit. Saat itu, kinerja kartu kredit BNI bisa disebut biasa-biasa saja. Bahkan, untuk ukuran bank nasional dengan aset ketiga terbesar, prestasi tersebut masuk kategori di bawah banderol. Padahal, kalau dikelola dengan baik, kartu kredit bisa jadi sumber penerimaan yang amat bagus. Maklum, pendapatan bunga dari kartu kredit jauh melampaui pos penerimaan lainnya.
Maka dia kumpulkan seluruh jajaran komisaris dan direksi. Rizal Ramli minta mereka menggenjot kartu kredit, agar mampu masuk ke posisi dua besar. Dia juga perintahkan direksi menugaskan seorang pejabat setingkat di bawah direktur, yang khusus bertanggungjawab untuk masalah ini.
Selanjutnya, sejumlah tips dan langkah dia sarankan agar dilaksanakan oleh manajemen untuk mewujudkan misi tersebut. Salah satunya, ia meminta manajemen menjadikan data mining sebagai sumber informasi penyaluran kredit. Data mining atau penggalian data adalah suatu proses menemukan hubungan yang berarti, pola, dan kecenderungan dengan memeriksa sekumpulan besar data yang ada. Lewat data mining ini rekam jejak debitor sudah dapat diketahui. Dari situ manajemen bisa menentukan berapa besaran kredit baru yang bisa diberikan kepada yang bersangkutan.
Hasilnya, hanya dalam tempo tiga bulan, kartu kredit menjadi salah satu penyumbang pemasukan yang lumayan signifikan. Hal ini ditandai dengan kontribusi segmen kredit konsumer BNI sebesar 17,1 persen terhadap total kredit BNI, pada semester pertama 2016. Produk konsumer yang mendominasi adalah BNI Griya diikuti kartu kredit. Itulah sebabnya dalam hitungan bulan kemudian, misi menjejakkan kartu kredit di posisi dua perbankan nasional berhasil dicapai.
Rizal Ramli benar-benar fokus pada kredit. Tapi, menggenjot kredit bukan berarti obral kredit secara serampangan. Singkat kata, Rizal berhasil memainkan instrumen “gas dan rem” dengan sangat apik di BNI. Di sisi lain, ekspansi kredit mustahil dilakukan jika struktur permodalan tidak kuat. Itulah sebabnya dia memerintahkan direksi melakukan revaluasi aset. Hasilnya, BNI berhasil mendongkrak asetnya sebesar Rp 2,1 triliun. Setelah dikurangi kewajiban pajak, sebagian nilai aset inilah yang dimasukkan ke modal. Itulah sebabnya BNI mampu memompa kredit hingga tumbuh hampir 24 persen pada semester pertama 2016. Angka ini jauh di atas rata-rata perbankan nasional yang hanya 12 persen. Jangan lupa, 73 persen dari total kredit BNI adalah kredit di segmen business banking. Bentuknya berupa kredit produktif, seperti kredit modal kerja dan investasi.
Kemudian disalurkan ke segmen korporasi, menengah, dan rakyat kecil termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Di sini nyata benar bahwa Rizal Ramli konsisten memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat kelompok menengah-bawah.
Perseroan mengumumkan laba bersih pada semester pertama 2016 sebesar Rp 4,37 triliun. Angka ini melonjak 79,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan laba bersih tersebut, terutama didorong oleh penyaluran kredit yang memang digenjot dan diperbaiki kualitasnya. Peningkatan laba bersih seiring dengan terdongkraknya pendapatan bunga bersih (NII) sebesar 11,7 persen menjadi Rp13,9 triliun. Hal ini terjadi karena realisasi penyaluran kredit BNI hingga akhir Juni 2016 tumbuh 23,7 persen dari Rp 288,72 triliun jadi Rp 357,22 triliun. Sedangkan, pendapatan nonbunga terkerek dari Rp 3,44 triliun menjadi Rp 4,43 triliun, alias naik 28,7 persen.
BNI kelimpahan untung dari tangan dingin Rizal. Sampai Juni 2016, asetnya mencapai Rp 539,14 triliun atau tumbuh 25,1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan aset tersebut merupakan “berkah” dari kenaikan dana pihak ketiga yang mencapai 19,6 persen dan deposit dari bank lain yang naik 28,6 persen.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka