Jakarta, Aktual.com – Pertumbuhan industri keuangan syariah memang diakui masih kalah jauh dari sektor konvensional. Untuk itu, memasuki era digitalisasi ini, industri keuangan syariah diminta bisa memanfaatkan moment perkembangan teknologi keuangan (fintech). Termasuk untuk perbankan syariah.
Hal ini disebutkan Pengawas Spesialis Teknologi Informasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bayu Hendra Sasana, dalam Seminar Menuju Industri Keuangan Syariah yang Berkelanjutan di Era Digital yang digelar Warta Ekonomi, di Jakarta, ditulis Kamis (15/6).
Menurut dia, saat ini perbankan syariah masih termasuk tahap awal dalam penggunaan teknologi di layanan keuangannya. Untuk itu, perbankan syariah bisa memanfaatkan infrastruktur bank induk guna pengembangan layanan berbasis teknologi tersebut.
“Sebagai salah satu solusinya, perbankan syariah boleh menggunakan infrastruktur di bank induk, apalagi infrastrukturnya memadai. Sehingga hal itu berpengaruh ke keuangan syariah agar memiliki peranan bagus untuk dikembangkan,” jelas Bayu.
Menurutnya, perbankan syariah dinilai masih dalam tahap Fintech 2.0 yang mencakup antara lain penggunaan mobile banking dan internet banking.
“Jadi, dengan digitalisasi dan penggunaan Fintech, nantinya akses perbankan syariah dapat menjangkau wilayah yang lebih luas atau lebih inklusif. Sehingga OJK terus mendorong inovasi produk digital bagi keuangan syariah itu,” jelas dia.
Dia menegaskan, sejauh ini belum ada satupun perbankan syariah yang masuk ke kategori Fintech 3.0. Padahal, menurut dia, kalau sudah naik ke kategori tiga, perbankan syariah bisa melakukan istilahnya, one stop shopping.
Fase terakhir dalam industri perbankan di era digitalisasi adalah kategori Fintech 4.0 atau generasi intenet of everything. Di fase ini lembaga perbankan sudah sangat berteknologi tinggi.
“Untuk itu, perbankan syariah pun bisa memanfaatkan pertumbuhan e-commerce yang sangat pesat ini. Makanya, kita dorong terus agar masuk kategori tiga itu,” kata Bayu.
Terkait nilai transaksi e-commerce, berdasar data Bank Indonesia, pada tahun 2014 lalu sudah mencapai US$2,6 miliar atau setara dengan Rp34,9 triliun. Angka tersebut akan terus meningkat sejalan dengan masifnya penggunaan smartphone. (*)
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka